Draf Final RKUHP: Pelaku Aborsi Dihukum 4 Tahun Penjara, Dokter Lebih Berat
Hukum | 7 Juli 2022, 06:23 WIB
JAKARTA, KOMPAS TV - Draf final Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah diserahkan pemerintah ke DPR pada Rabu (6/7/2022) juga mengatur larangan praktik aborsi di Indonesia. Aturan itu termuat dalam Pasal 467, 468 dan 469 RKUHP.
Berikut bunyi Pasal 467, 468 dan 469 dalam draf RKUHP tanggal 4 Juli 2022 yang dikutip, Kamis (7/7/2022):
Baca Juga: Draf Final RKUHP: Hukuman Penista Agama 5 Tahun Penjara
Pasal 467
(1) Setiap perempuan yang melakukan aborsi dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan Korban Tindak Pidana perkosaan atau Tindak Pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan yang umur kehamilannya tidak melebihi 12 (dua belas) minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis.
Pasal 468
(1) Setiap Orang yang melakukan aborsi terhadap seorang perempuan:
a. dengan persetujuan perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun; atau
b. tanpa persetujuan perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengakibatkan matinya perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun.
(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengakibatkan matinya perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Baca Juga: Draf RKUHP Final: Menghina Presiden dan Wapres Terancam Penjara 3,5 Tahun
Pasal 469
(1) Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 468, pidana dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
(2) Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a dan huruf f.
(3) Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan aborsi karena indikasi kedaruratan medis atau terhadap Korban Tindak Pidana perkosaan atau Tindak Pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 467 ayat (2) tidak dipidana.
Kemungkinan pembahasan RKHUP tidak akan disahkan pada masa sidang ini. Sebab pada hari ini, Kamis (7/7/2022) DPR memasuki masa reses dan akan kembali bersidang pada 18 Agustus mendatang.
Penulis : Fadel Prayoga Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV