> >

Ini Alasan Polda Sulsel Hentikan Kasus Pemerkosaan Tiga Anak oleh Ayah Kandung di Luwu Timur

Hukum | 24 Mei 2022, 15:37 WIB
Ilustrasi penghentian proses penyelidikan oleh polisi dalam kasus kekerasan seksual di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. (Sumber: (Project M/Muhammad Nauval Firdaus - di bawah lisensi Creative Commons BY-NC-ND 2.0))

JAKARTA, KOMPAS.TV — Kasus pemerkosaan tiga anak oleh ayah kandung di Luwu Timur, kini pengusutannya dihentikan Polda Sulawesi Selatan.

Diketahui, alasan kasus pemerkosaan tiga anak oleh ayahnya dianggap tidak bisa naik ke tahap penyidikan dikarenakan tidak ditemukannya peristiwa pidana.

Melansir dari BBC, pernyataan itu disampaikan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan Kombes Komang Suartana dalam konferensi pers, Jumat (20/5/2022).

"Kesimpulan dari hasil gelar perkara tadi, pertama adalah tidak dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan karena tidak ditemukan peristiwa pidana. Kedua, melaksanakan rekomendasi ahli dalam rangka perlindungan pemulihan dan difasilitasi oleh LPSK," kata Komang saat konferensi pers.

Baca Juga: Soal Kasus Pemerkosaan 3 Anak di Luwu Timur, Polri Tegaskan Masih dalam Penyelidikan

Lebih lanjut, ia mengatakan, penutupan kasus tersebut dilakukan setelah pihaknya melaksanakan gelar perkara yang dihadiri Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kompolnas, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Bareskrim, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Sulawesi Selatan (DP3A Sulsel).

Berdasarkan gelar perkara pada Jumat (20/5/2022), penyidik menyimpulkan bahwa tidak ada tanda-tanda kekerasan seksual seperti yang dituduhkan. Hal itu berdasarkan hasil visum dan keterangan dokter hingga psikolog forensik.

Komang mengeklaim, pihaknya dalam kasus ini telah melakukan penyelidikan sesuai prosedur, namun ia menegaskan tidak dapat melanjutkan ke tahap penyidikan karena polisi tidak bisa bekerja berdasarkan opini.

"Polisi kan tidak bekerja berdasarkan opini, tetapi berdasarkan bukti di lapangan dengan adanya saksi-saksi yang sudah bekerja profesional. Mereka menyatakan tidak cukup bukti bahwa ada kekerasan seksual," kata Komang kepada BBC News Indonesia.

Komang mengeklaim, ketika korban anak yang diperiksa oleh para saksi ahli, yang terlihat justru ketiga anak itu "mendapat tekanan dari pihak ibu".

"Di saat terjadi permasalahan rumah tangga, di situ sudah jelas bahwa apa yang dilakukan oleh ibu mungkin menekan anak, menjelaskan kejadian yang dilakukan oleh seorang bapak, pressure ibu kuat, itu sudah hasil gelar perkara," kata Komang.

Usai gelar perkara itu, polisi kemudian merekomendasikan agar ibu dan ketiga anaknya mendapat perlindungan dalam rangka pemulihan.

Perlu diketahui, dugaan pemerkosaan terhadap ketiga anak ini pertama kali diketahui oleh ibu korban pada 2019 lalu, setelah bercerai dari mantan suaminya.

Ibu korban kemudian melapor ke Polres Luwu Timur, namun proses penyelidikan dihentikan.

Kasus ini kemudian diberitakan oleh Project Multatuli, sehingga menuai atensi publik dan memunculkan tagar #PercumaLaporPolisi di media sosial. Polisi kemudian membuka kembali penyelidikan kasus ini pada Oktober 2021.

Sementara itu, pakar hukum pidana dari Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, menilai, polisi semestinya tidak bergantung mutlak pada hasil visum, sehingga mengesampingkan keterangan dan bukti-bukti lainnya yang diajukan korban.

Hal senada juga disampaikan oleh Johanna Poerba dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan yang menilai, penghentian kasus bisa membuat korban-korban lainnya takut untuk melapor dan menegaskan bahwa memang "percuma lapor polisi".

Baca Juga: Kasus Luwu Timur, Perkosaan atau Pencabulan? Ini Kata LBH Makassar | Rosi

 

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Vyara-Lestari

Sumber : BBC Indonesia


TERBARU