> >

Kasus Istri Bunuh Selingkuhan Suami di Bekasi, Ini Kata Psikolog Forensik

Kriminal | 18 Mei 2022, 16:11 WIB
Ilustrasi pembunuhan. (Sumber: Pixabay)

JAKARTA, KOMPAS.TV — Kasus perselingkuhan menyebabkan pembunuhan di Jatisampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat.

Diketahui, pelaku merupakan seorang perempuan berinisial NU yang merasa murka atas perselingkuhan ID, suaminya, dengan rekan kerjanya berinisial DN.

Diungkap oleh tim penyidik dari Polsek Cengkareng dan Polres Bekasi Kota, pihaknya menyebut bahwa pembunuhan itu terjadi lantaran tersangka cemburu kepada korban yang berpacaran dengan ID atau selingkuh.

Menanggapi hal itu, pakar psikologi forensik Kombes Pol Arif Nurcahyo menyatakan, motif pembunuhan biasanya tidak tunggal. Melainkan, dipengaruhi erat oleh faktor intrinsik atau internal, karakter tertentu, dan faktor eksternal yang melahirkan perilaku agresi.

"Perilaku membunuh merupakan puncak dari perilaku agresi yang penyebabnya tidak tunggal. Secara intrinsik sudah ada potensi, karakter tertentu, dan secara ekstrinsik ada stimulus tertentu sebagai pemicu," kata Arif saat dihubungi KOMPAS.TV, Selasa (17/5/2022).

Sebagai informasi, mengutip Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agresi adalah perasaan marah atau tindakan kasar akibat kekecewaan atau kegagalan dalam mencapai pemuasan atau tujuan yang dapat diarahkan kepada orang atau benda.

Baca Juga: Cinta Segitiga Berujung Maut dan Luka Batin yang Tak Terobati

Lebih lanjut, ia menjelaskan, dalam kasus pembunuhan perempuan asal Cengkareng ini, dari sisi psikologi bisa dilihat melalui pendekatan psikodinamika atau psikoanalisis Sigmund Freud.

Teori Psikoanalisis mengatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi alam tidak sadar yang bersifat instingtif meliputi insting cinta dan insting agresi.

"Secara sederhana, ketika insting cinta yang terusik dan dianggap menjadi ancaman terhadap ego, maka berpotensi melahirkan perilaku agresi yang tidak terkendali," jelas Arif yang merupakan Staf Khusus Rektor UGM bidang Keamanan dan Keselamatan Kerja dan Lingkungan itu.

Bahkan, lanjut Arif, perilaku agresi berbentuk pembunuhan ini secara tidak sadar diyakini sebagai jalan keluar.

Menurutnya, keberanian pelaku lahir atas akumulasi kekecewaan atau frustrasi yang mengancam eksistensi ego hingga muncul keinginan untuk menghilangkan sumber ancaman dengan cara membunuh.

Bahkan, lanjut Arif, tindakan membunuh secara tidak sadar dianggap sebagai jalan keluar dan ekspresi diri oleh pelaku untuk menunjukkan kepemilikan. Salah satunya, cinta.

Artinya, ketika cinta terusik dan dianggap mengancam ego, maka bisa berpotensi melahirkan perilaku agresi yang tidak terkendali.

"Secara tidak sadar perilaku agresi (membunuh) diyakini sebagai jalan keluar sekaligus ekspresi untuk menunjukkan kepemilikan dengan menghilangkan sumber-sumber ancaman yang dianggap mengganggu kepemilikan yang tentu diperoleh dengan proses dan risiko," jelasnya.

Kendati demikian, Arif mendorong agar aparat kepolisian yang menangani kasus ini perlu melakukan pemeriksaan psikologis terhadap pelaku. Pemeriksaan itu, katanya, penting untuk mengetahui dorongan instrinsik dari perilaku agresi berbentuk pembunuhan.

"Namun untuk lebih detail, perlu diadakan asesmen atau pemeriksaan secara khusus, karena perilaku bersifat khas dalam setiap orang," tukasnya.

Baca Juga: Bermotif Cinta Segitiga, Inilah 6 Fakta Pembunuhan Sadis Dini Nurdiani

 

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU