Larangan Ekspor Minyak Goreng Bikin Devisa Terancam, Jokowi: Kebutuhan Rakyat adalah Prioritas
Berita utama | 27 April 2022, 21:06 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV — Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat adalah prioritas yang lebih penting daripada devisa hingga surplus neraca perdagangan.
Pernyataan ini Presiden sampaikan dalam konferensi pers terkait kebijakan pelarangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya di Istana Negara yang dipantau secara daring, Rabu (27/4/2022) malam.
"Saya tahu negara perlu pajak, negara perlu devisa, negara perlu surplus neraca perdagangan, tapi memenuhi kebutuhan pokok rakyat adalah prioritas yang lebih penting," kata Presiden Jokowi.
Ia menjelaskan, kebijakan larangan itu hadir karena pasokan minyak goreng di Indonesia belum terpenuhi hingga sempat menyebabkan kelangkaan.
Oleh sebab itu, Jokowi meminta kepada industri minyak sawit untuk lebih dulu mencukupi kebutuhan stok minyak goreng di dalam negeri.
"Saya minta kesadaran industri minyak sawit untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Prioritaskan dulu dalam negeri, penuhi dulu kebutuhan rakyat. Semestinya, kalau melihat kapasitas produksi kebutuhan dalam negeri dapat dengan mudah tercukupi," jelasnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga menegaskan, kebutuhan pokok rakyat tidak hanya sebagai prioritas melainkan menjadi dasar utama pemerintah atas setiap putusan kebijakan yang dibuat.
Baca Juga: Berlaku Mulai 28 April 2022, Semua Bahan Baku Minyak Goreng Dilarang Ekspor
Jokowi bahkan mengaku ironis karena rakyatnya mengalami kesulitan mendapat minyak goreng, padahal Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit terbesar didunia.
"Saya ingin menegaskan bagi pemerintah kebutuhan pokok bagi masyarakat adalah yang utama. Ini prioritas paling tinggi dalam pertimbangan pemerintah dalam setiap membuat keputusan," imbuhnya.
Jokowi mengakui larangan ini memang menimbulkan dampak negatif berpotensi mengurangi produksi, hasil panen petani yang tak terserap.
Namun, kata Jokowi, tujuan kebijakan ini untuk menambah pasokan dalam negeri hingga pasokan melimpah. Setelah stok terpenuhi, dia menjamin akan segera mencabut larangan ekspor.
"Ini yang menjadi patokan saya dalam mengevaluasi kebijakan itu, begitu kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi tentu saya akan mencabut larangan ekspor," pungkasnya.
Devisa negara terganggu
Sebelumnya, Kepala ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat, kebijakan pelarangan ekspor minyak goreng ini akan memengaruhi devisa negara.
Bahkan, dia memperkirakan devisa negara bisa tergerus US$2 miliar bila kebijakan larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng diterapkan setidaknya hingga akhir Juni 2022.
“Devisa negara akan turun sekitar US$2 miliar sampai dengan akhir kuartal kedua 2022 bila dibandingkan dengan kuartal pertama 2021,” kata Josua seperti dilansir dari Kontan.co.id, Minggu (24/4).
Penurunan devisa juga seiring dengan potensi penurunan ekspor Indonesia terkait kebijakan ini. Bila kebijakan ini diterapkan selama satu bulan, maka Josua memperkirakan nilai ekspor Indonesia Mei 2022 bisa tergerus sekitar US$2,2 miliar.
Akan tetapi, Josua menegaskan larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng ini bukan jadi alasan tunggal penurunan devisa. Menurutnya, masih ada beberapa faktor lain yang memengaruhi.
Baca Juga: Soal Larangan Ekspor Minyak Goreng, Wapres: Itu Kan untuk Kebaikan Semua Pihak
Seperti, pada bulan Mei 2022 merupakan bulan dengan jumlah hari kerja lebih sedikit, sehubungan dengan libur Hari Raya Idulftri. Dengan demikian, aktivitas perekonomian juga pasti akan menurun.
Penulis : Nurul Fitriana Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV