Jaksa Agung Minta Kasus Korupsi di Bawah Rp50 Juta Tak Perlu Diproses Hukum, Ini Syaratnya
Hukum | 28 Januari 2022, 19:43 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Jaksa Agung ST Burhanuddin meminta jajarannya agar tidak memproses hukum kasus korupsi dengan kerugian negara di bawah Rp 50 juta.
Sebagai gantinya, ST Burhanuddin meminta perkara itu cukup diselesaikan dengan mengembalikan kerugian negara saja.
Baca Juga: Beda dengan Jaksa Agung, Dirdik Jampidsus Tegaskan Tetap Periksa Militer di Kasus Satelit Kemhan
"Kejaksaan Agung telah memberikan imbauan kepada jajaran untuk tindak pidana korupsi dengan kerugian keuangan negara di bawah Rp 50 juta untuk bisa diselesaikan cara pengembalian kerugian keuangan," kata Burhanuddin dalam rapat kerja Komisi III DPR, Kamis (27/1/2022).
Burhanuddin menjelaskan, mekanisme tersebut dipilih sebagai upaya pelaksanaan proses hukum secara cepat, sederhana dan berbiaya ringan.
Ia pun mencontohkan bahwa mekanisme pengembalian keuangan negara dapat dilakukan pada kasus pidana terkait dana desa.
Namun, ia menegaskan bahwa mekanisme hukum seperti itu hanya berlaku untuk kasus dengan kerugian negara yang tidak terlalu besar dan tidak dilakukan terus menerus.
Baca Juga: Kasus Korupsi Garuda Indonesia Naik ke Tahap Penyidikan, Jaksa Agung: Kita akan Tuntaskan
"Terhadap perkara yang kerugiannya tidak terlalu besar, dan perbuatan itu tidak dilakukan secara terus menerus, maka diimbau untuk diselesaikan secara administratif dengan cara pengembalian kerugian tersebut," ujarnya.
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah mengatakan, pihaknya memiliki aturan terkait penyelesaian perkara tindak pidana korupsi dengan nilai kerugian di bawah Rp50 juta yang dilontarkan Jaksa Agung.
Menurut dia, dalam mengimplementasikan aturan tersebut akan dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan berbagai aspek.
Mulai dari dampak ke masyarakat dan pelaku untuk tidak mengulangi perbuatan serupa terus menerus.
"Peraturannya sudah ada, peraturan di bawah Rp50 juta itu sudah ada pada kami. Tapi itu kan sangat hati-hati dilakukan," kata Febrie saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (28/1/2022).
Baca Juga: Ribuan Pelaku Korupsi Dipidana tapi Kerugian Negara Meningkat, Jaksa Agung: Kita Renungkan Bersama
Ia menjelaskan, dalam implementasi aturan tersebut penyidik harus melihat sejumlah aspek dari tindak korupsi yang dilakukan oleh pelaku.
Nantinya, kata Febrie, yang dilihat penyidik di antaranya korupsi yang dilakukan di bidang apa, termasuk akibat perbuatan korupsi dengan nilai kerugian di bawah Rp50 juta.
"Apa kira-kira akibatnya, apakah mungkin maksud Rp50 juta ini kami identifikasi yang pertama terjadi di mana, dan akibat korupsi ini sebesar apa, jadi itu diperhitungkan pula," ujar Febrie.
Mantan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung itu mengatakan ada langkah kalau perkara tersebut diputuskan dengan pengembalian maka akan melibatkan aparat.
Dalam hal ini, jaksa berkoordinasi dengan institusi tempat pelaku tindak pidana korupsi bekerja untuk mekanisme pemberian sanksi.
Baca Juga: Jaksa Agung Sebut Ada 370 Buron dalam DPO yang Masih Berkeliaran
Menurut dia, ada sejumlah mekanisme pemberian hukuman secara internal oleh lembaga negara terhadap pelaku tindak pidana, seperti hukuman disiplin.
"Jadi tidak terputus bahwa itu (kerugian) di bawah Rp50 juta dengan dikembalikan kasus dihentikan. Ya ada beberapa pertimbangan juga maksud Pak Jaksa Agung," ucap Febrie.
Akan tetapi, lanjut Febrie, jaksa telah mengukur dari segi dampaknya kepada masyarakat.
Walau nominalnya kurang dari Rp50 juta, tapi jika berdampak kepada masyarakat, maka akan menjadi pertimbangan untuk memutuskan perkara tersebut dihentikan atau tidak setelah pengembalian.
“Hal ini agar pelaku tindak pidana korupsi tidak mengulangi perbuatannya terus menerus. Ini kan kecil kadang-kadang juga ada dampak langsung ke masyarakat," kata Febrie.
Baca Juga: Terdakwa Korupsi ASABRI Dapat Vonis Nihil, Jaksa Agung: Tidak Ada Kata Lain Selain Banding!
Ia mencontohkan korupsi dengan nominal kerugian kurang dari Rp50 juta, yakni misalnya Rp10 juta jika dilakukan berulang berupa setoran, maka tidak dapat diselesaikan dengan pengembalian.
"Nah itu pertimbangan-pertimbangan ada di jaksa," katanya.
Meski demikian, Febrie menekankan bahwa hingga saat ini belum ada kasus-kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan kerugian di bawah Rp50 juta yang sudah dihentikan penyidik.
"Sepengetahuan saya di daerah belum ada yang sampai di SP3 gitu. Sepertinya belum ada. Jadi di tahap awal itu biasanya dibicarakan di inspektorat, ya di penyelidikan," kata Febrie.
Baca Juga: Update Indikasi Korupsi Garuda, Jaksa Agung: Sekarang dalam Tahap Kita Pembicaraan dengan BPKP
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV/Antara