> >

Gus Yahya Tegaskan Tidak Mau PBNU Jadi Alat Politik Praktis, Apa Pun Partainya

Agama | 30 Desember 2021, 11:00 WIB
Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya di Muktamar NU. Beliau selalu bicara soal tidak bawa PBNU ke politik praktis (Sumber: kompas.tv/dedik priyanto)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Yahya Cholil Staquf atau biasa disapa Gus Yahya mengatakan, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tidak akan ikut urusan politik praktis, apa pun partainya.  

Politik praktis ini, dalam bahasa Gus Yahya, meliputi urusan pemilihan umum (pemilu) hingga urusan jabatan.

Bagi Gus Yahya, warga NU bebas berpolitik, tapi PBNU secara organisasi tidak diperbolehkan sesuai amanat organisasi.  

“Bahwa NU tidak boleh dalam urusan politik praktis itu keputusan organisasi. Ini keputusan sudah ada sejak Muktamar 1979 lalu,” papar Gus Yahya di program Kompas Petang, Jumat lalu.

Dalam sebuah wawancara dengan Kompas.TV (20/12) empat hari jelang Muktamar NU ke-34 Lampung, Gus Yahya juga mengemukakan terkait pedoman politik warga NU.

Kata Gus Yahya, apa pun partai yang mengajak politik praktis ke PBNU ya tidak boleh. Sebab itulah ia di banyak kesempatan mengingatkan soal politik praktis di tubuh NU.

Bahkan ia menjanjikan, tidak mau kelak capres atau cawapres muncul dari PBNU. Ini terkait dengan Khittah NU yang harus dijaga.

“Apa pun partainya, PBNU tidak mau politik praktis. Apalagi terkait politik identitas. Kalau diajak sholawatan ya kami mau,” tambahnya.

Baca Juga: Wawancara Gus Yahya (Bag-1): Khittah NU Mengharuskan PBNU Tidak Berpolitik Praktis

Gus Yahya, NU dan Ajang Pilpres 2024

Ketika terpilih jadi ketua PBNU, Gus Yahya ditanya terkait dengan potensi pilpres 2024 mendatang.

“Pertama, menyelesaikan proses penyembuhan pembelahan politik terjadi akibat kompetisi tajam. Kita tahu, 2019 ada polariasi tajam akibat pilpres itu terjadi termasuk di komunitas NU,” katanya di Kompas Petang.

Gus yahya lantas bercerita soal penyembuhan dari pilpres,

“Nah, kita masih butuh proses untuk menyembuhkan itu supaya NU dan masyarakat ini menjadi utuh kembali,” kata dia.

Sebab, menurut Alumni Pesantren Krapyak, Yogyakarta, itu sebagai bangsa, khususnya di NU agar menolak politik identitas kembali menyeruak di pilpres, seperti halnya pilpres 2019 lalu.

“Itu sebabnya yang perlu kita lakukan adalah terus menerus mengampanyekan penolakan terhadap politik identitas yang bahkan mengoyak-koyak bangsa,” tambahnya.

 

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU