UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, DPR Malah Pilih Revisi Aturan Pembentuk Undang-Undang
Hukum | 29 November 2021, 16:45 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Usai omnibus law UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK), anggota DPR lebih memilih merevisi aturan pembentuk Undang-Undang.
Hal ini dinyatakan Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo pada Senin (29/11/2021).
Seperti diketahui, MK telah memutuskan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan.
Baca Juga: UU Cipta Kerja Direvisi, Jokowi: Saya Pastikan kepada Investor, Investasi di Indonesia Tetap Aman
Dalam pertimbangannya, MK menilai metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas termasuk dalam UU baru atau hasil revisi.
Mahkamah juga menilai, pembentukan UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik, meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan berbagai pihak.
Hal ini karena, pertemuan-pertemuan itu dinilai belum sampai pada tahap substansi UU. Tak cuma itu, draf UU Cipta Kerja juga dinilai Mahkamah tidak mudah diakses oleh publik.
Firman mengatakan, DPR berencana merevisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP).
Ia berpendapat, dasar putusan MK soal UU Cipta Kerja berhubungan dengan masalah ketiadaan jenis regulasi berbentuk Omnibus Law dalam UU PPP.
"Dalam amar keputusan itu juga ada disampaikan oleh hakim MK berkali-kali bahwa UU Ciptaker ini dianggap inkonstitusional karena kita tidak pernah mengenal namanya omnibus law di UU 12 Tahun 2011," ujar Firman dalam diskusi di Kompleks Parlemen pada Senin (29/11/2021), dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Usai Putusan MK terkait UU Cipta Kerja, Menko Airlangga: LPI tetap Jalan
Politikus Golkar itu menyatakan, pihaknya ingin melakukan revisi demi menambah norma atau frasa yang mengatur omnibus law dalam UU PPP. Firman berpendapat, pengajun revisi UU PPP untuk memasukkan frasa omnibus law adalah salah satu langkah awal yang tepat.
"Itu nanti akan kita normakan frasa omnibus law. Artinya, kalau sudah dimasukkan, maka ini jadi konstitusional. Persoalannya sudah selesai," kata Firman.
Demi mencapai agenda itu, pihaknya akan memasukkan revisi UU PPP itu dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022. Adapun penyusunan Prolegnas tersebut bakal dilakukan pada Desember 2021.
"Insya Allah kita akan tetapkan Desember ini kita akan susun Prolegnas untuk 2022 jangka panjang dan jangka menengah," ujar Firman.
Firman menambahkan, isi materi dari UU Cipta Kerja juga tidak mengalami perubahan karena menganggap tidak ada masalah dalam UU Cipta Kerja itu. Namun, ia akan menyerahkan isi UU Ciptaker kepada pemerintah selaku pengusul UU Cipta Kerja.
"Sekali lagi saya kira tidak ada pasal yang dibatalkan. Artinya UU masih berlaku dan kemudian kita akan melakukan seperti yang saya sampaikan tadi," katanya.
Baca Juga: 6 Desember, DPR dan Pemerintah akan Gelar Rapat Bahas Revisi UU Cipta Kerja
Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Purwanto
Sumber : Kompas.com