Angka Kematian Kanker Paru Meningkat, Akses Pengobatan Perlu Diperbaiki
Kesehatan | 23 November 2021, 18:07 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Angka kematian akibat kanker paru-paru di Indonesia meningkat, tetapi akses pengobatan terhadapnya belum tersedia dengan baik.
Hal tersebut disampaikan dalam diskusi untuk memperingati Bulan Kesadaran Kanker Paru yang diselenggarakan oleh Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP), Selasa (23/11/2021).
Menurut data Observasi Kanker Global (GLOBOCAN) 2020, angka kematian akibat kanker paru-paru di Indonesia meningkat 18 persen menjadi 30.843. Sedangkan kasus baru pada 2020 mencapai 34.783.
Kematian akibat kanker paru-paru menjadi yang tertinggi di antara jenis kanker lain, baik di Indonesia maupun seluruh dunia. Akan tetapi, akses pengobatan terhadap kanker paru-paru belum cukup tersedia.
Menurut laporan keuangan BPJS pada 2019, hanya 3 persen dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dialokasikan untuk pengobatan kanker.
Baca Juga: Verawaty Fajrin Meninggal Dunia Setelah Berjuang Lawan Penyakit Kanker Paru-paru
JKN pun baru menjamin pengobatan personalisasi/inovatif bagi penyintas kanker paru-paru dengan tipe mutasi epidermal growth factor receptor (EGFR) positif.
Padahal, menurut dr. Sita Laksmi Andarini, anggota pokja onkologi toraks Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), hampir 60 persen penyintas kanker paru di Indonesia memiliki mutase EGFR negatif yang perlu pengobatan lain.
"Saat ini pengobatan yang bekerja spesifik sesuai tipe kanker paru sudah tersedia baik bagi penyintas dengan mutasi epidermal growth factor receptor (EGFR) positif ataupun negatif sesuai dengan pedoman internasional, termasuk pembedahan, kemoterapi, terapi target dan imunoterapi,” kata Sita dalam rilis yang diterima Kompas TV.
Salah satu pengobatan yang bisa ditempuh penyintas kanker paru dengan tipe mutase EGFR positif adalah imunoterapi. Imunoterapi diharapkan dapat meningkatkan harapan dan kualitas hidup penyintas kanker paru.
Untuk itu, ia mengharapkan otoritas kesehatan segera membuka akses pengobatan lain kepada penyintas kanker paru.
“Peningkatan kualitas hidup penyintas kanker paru tidak terlepas dari kemudahan mendapatkan akses dari tahap diagnosis, terapi, dan tata laksana paliatifnya,” tambah Sita
Para panel diskusi pun berharap penanganan kanker paru di Indonesia bisa menjadi prioritas nasional.
Selain langkah preventif seperti kampanye edukasi dan deteksi dini, otoritas kesehatan diminta mengembangkan akses pengobatan kanker paru sesuai subtipe.
"Seyogyanya BPJS Kesehatan menjamin pengobatan sesuai subtipe kanker parunya, mengingat jumlah pasien yang datang berobat, mayoritas terdiagnosis stadium lanjut dan kematian akibat kanker paru adalah yang tertinggi dan terus meningkat,” kata Koordinator Cancer Information and Support Center (CISC) Paru, Megawati Tanto.
Baca Juga: Max Sopacua Meninggal Akibat Sakit Kanker Paru
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV