Istri Marahi Suami Dituntut 1 Tahun Penjara, Pakar: Kok Bisa Urusan Begini Naik ke Meja Hijau?
Peristiwa | 19 November 2021, 13:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar Hukum Asep Iwan Iriawan mempertanyakan soal langkah yang diambil oleh Aparat Penegak Hukum (APH) di Karawang, Jawa Barat, soal kasus Valencya Lim, seorang istri yang dituntut 1 tahun penjara karena memarahi suami yang mabuk.
Menurutnya, persoalan rumah tangga ini seharusnya tidak sampai diperkarakan oleh kepolisian dan naik ke meja hijau. Bahkan, kata Asep, permasalahan ini justru dapat selesai ditataran Rukun Tetangga (RT) dan (RW).
"Ini harusnya persoalan yang bisa selesai di internal RT atau RW, kok bisa urusannya naik ke polda, ke kejaksaan tinggi, kejaksaan agung," kata Asep Iwan Iriawan dalam program dialog Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Jumat (19/11/2021).
Asep yang juga merupakan mantan hakim ini menjelaskan bahwa ada tahapan yang harus dilewati sebelum akhirnya kasus tersebut dapat menjadi perkara di meja hijau.
Pertama, harus ada laporan terlebih dahulu ke kepolisian dengan minimum dua alat bukti. Kedua, naik ke tahap penyelidikan untuk memastikan apakah ada unsur pidana atau tidak.
Baca Juga: Anak Valencya Mengaku Kecewa saat Ibunya Dituntut 1 Tahun Penjara: Saya Sakit Hati, Ini Tidak Adil
"Sebelum ke pengadilan kan, pertamanya di Polisi karena ada laporan. Nah, laporan itu minimum punya dua alat bukti. Lalu, mulai penyelidikan. Nah penyelidikan itu kan mencari pidana," kata Asep.
Kendati demikian, Asep menilai pada proses inilah seharusnya kasus ini sudah bisa diberhentikan dan tidak naik ke meja hijau. Sebab, menurutnya sikap istri memarahi suami lantaran sering mabuk bukan tindakan pidana.
"Nah, apakah ketika istri memarahi laki-lakinya pemabuk, penjudi, pemain perempuan itu pidana? Kan bukan. Seharusnya tidak jadi perkaranya," kata Asep.
"Lumrah bagi ibu-ibu dan bapak-bapak, itukan bumbunya rumah tangga pasti ada marahnya di situ. Itu kan harusnya bersyukur diingatkan. Jangan jadi penjudi, jangan jadi pemabuk, jangan main-main kan," ucap dia.
Sementara itu, tahap keempat yakni penyidikan. Asep menegaskan bahwa jika kasus tersebut tidak terdapat unsur pidana dalam penyelidikan, maka tidak dapat naik ke penyidikan.
"Harusnya ditingkat penyidik ini tidak naik ke penyidikan. Artinya, kalau ini dikaitkan dengan pasal 5 yang menyebut psikis. Lalu psikisnya apa?" ujarnya.
Kendati demikian, Asep menduga ada pelanggaran yang terjadi dan dilakukan oleh APH di wilayah Jawa Barat itu. Sebab, jika unsur pidana dari pasal 5 tidak terbukti maka Valencya Lim tidak dapat dijatuhi hukuman sebagaimana tertera dalam pasal 45 juncto pasal 5 UU KDRT. Artinya, Valencya Lim harus dibebaskan.
"Unsurnya pasal 45 itu tidak terbukti ya harusnya berani untuk dibebaskan."
"Kalau ini dipaksakan berlanjut, pasti ada sesuatu dan harus diperiksa. Ini kewajiban untuk membuktikan baik kepolisian ataupun kejaksaan harus ada penindakan, jangan hanya dimutasi dan terus dipindahin agar ini tidak terjadi terus-terusan. Masa kita cuma ngomongin hal beginian terus. Masih banyak hal yang harus diurusin," kata dia.
Baca Juga: Valencya: Voice Note Marah-Marah Tidak Pernah Diperdengarkan, Hanya Transkip yang Dipenggal-penggal
Oleh karena itu, Asep berharap pengawasan lebih lanjut perlu dilakukan oleh pihak Kepolisian dan Kejaksaan. Terlebih dalam kasus ini tidak hanya berhasil menyederai perasaan keadilan Valencya Lim, seorang korban yang menjadi terdakwa. Tetapi juga pihak lain.
"Pengawasan baik di kepolisian dan kejaksaan harus berani menindak karena ini kan tidak hanya menyederai perasaan keadilan ibu Valencya saja tapi menyangkut pihak lain. Masa ini harus begini terus, harus viral dulu," ujarnya.
Penulis : Nurul Fitriana Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV