ICW Siap Hadapi Laporan Moeldoko ke Bareskrim, Sayangkan Kritik Dibalas Aduan UU ITE
Hukum | 10 September 2021, 19:04 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan siap menghadapi proses hukum di Bareskrim Polri terkait pelaporan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pada dua peneliti ICW berhubungan dengan polemik distribusi Ivermectin.
"Atas langkah hukum pelaporan ke Bareskrim yang dilakukan oleh KSP Moeldoko, ICW telah didampingi sejumlah kuasa hukum,” ujar Koordinator ICW Adnan Topan Husodo dalam keterangan tertulis, Jumat (10/9/2021).
“Maka untuk selanjutnya pihak kuasa hukum akan mendampingi terlapor guna menghadapi setiap tahapan di Bareskrim Polri," imbuhnya.
Baca Juga: 5 Fakta Bola Panas ICW dan Moeldoko: Ogah Minta Maaf, Ancaman, hingga Konflik Kepentingan
Sebelumnya, Moeldoko bersama kuasa hukumnya, Otto Hasibuan melaporkan dua peneliti ICW, Egi Primayoga dan Miftahul Huda, dengan pasal pencemaran nama baik Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Tahun 2016.
Keduanya dilaporkan terkait pernyataan ICW soal istilah "pemburu rente" dalam isu ekspor beras yang terhubung dengan polemik distribusi Ivermectin.
"ICW sepenuhnya menghormati langkah Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, yang memilih jalur hukum untuk menjawab kritik dari masyarakat," kata Adnan.
Meski begitu, ICW menyayangkan Moeldoko sebagai pejabat publik dengan wewenang besar mestinya memahami bahwa publik berhak memberikan kritik sebagai bentuk pengawasan.
"Pengawasan itu berguna agar pejabat publik tidak mudah memanfaatkan wewenang, jabatan dan kekuasaannya untuk kepentingan di luar tugas pokok dan fungsinya sebagai pejabat publik," urai Adnan.
Adnan mengatakan, ICW merilis kajian untuk menyoroti konflik kepentingan pejabat publik, tepatnya Moeldoko sebagai KSP dengan pihak swasta dalam penyaluran Ivermectin, yang diklaim sebagai obat terapi Covid-19.
Ia menyebut, kajian itu sebagai bentuk mitigasi potensi korupsi, kolusi, maupun nepotisme di tengah pandemi Covid-19.
"Sepatutnya pejabat publik tersebut membantah dengan memberikan argumentasi dan bukti-bukti bantahan yang relevan, tidak justru mengambil jalan pintas melalui mekanisme hukum," lanjut Adnan.
Menurutnya, ada dua masalah dalam pelaporan pada ICW oleh KSP Moeldoko itu. Pertama, Adnan menilai Moeldoko tidak tepat memahami kajian ICW.
Baca Juga: Kuasa Hukum ICW Sebut Tindakan Moeldoko Bagikan Ivermectin Masuk Tindak Pidana UU Kesehatan
"Menurut kami, KSP Moeldoko terlalu jauh dalam menafsirkan kajian tersebut. Sebab, dalam siaran pers yang ICW unggah… tidak ada satu pun kalimat tudingan, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada KSP Moeldoko," beber Adnan.
ICW, kata Adnan, memastikan seluruh kalimat dalam siaran pers mereka menggunakan kata"indikasi" dan "dugaan" sebelum menghasilkan kesimpulan adanya dugaan konflik kepentingan.
"Kami memastikan kajian itu telah melalui proses pencarian informasi dan data dari berbagai sumber yang kredibel," tegas Adnan.
Kedua, Adnan mengakui ada kekeliruan penyampaian informasi secara lisan dari peneliti ICW tentang adanya kerja sama ekspor beras antara Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa.
"Sebab, fakta yang benar adalah mengirimkan kader HKTI ke Thailand guna mengikuti sejumlah pelatihan sebagaimana tertuang dalam dokumen siaran pers,” ujar Adnan.
Ia mengatakan, ICW meminta maaf soal kekeliruan penyampaian informasi itu.
“Atas kekeliruan penyampaian ini, ICW telah menyampaikan permintaan maaf dalam surat balasan somasi beberapa waktu lalu," kata Adnan.
Lebih jauh, Adnan mengatakan, kekeliruan itu ada pada penyampaian lisan terkait isu ekspor beras, bukan dalam kajian peredaran Ivermectin secara keseluruhan.
"ICW berharap agar pelaporan yang dilakukan KSP Moeldoko ke Bareskrim Polri tidak menyurutkan langkah berbagai kelompok masyarakat yang selama ini menjalankan peran untuk mengawasi tindak tanduk dan kebijakan yang diambil oleh pejabat publik," ujar Adnan.
Baca Juga: Bukan Antikritik, Moeldoko Sebut Laporkan ICW karena Masalah Pribadi
Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Fadhilah
Sumber : Kompas TV