Ambil Rp8,2 T dari BLBI, Konglomerat Kaharudin Ongko Dipanggil untuk Kembalikan Uang Negara
Hukum | 4 September 2021, 20:43 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Satuan Tugas Penagihan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) memanggil konglomerat keramik bernama Kaharudin Ongko untuk melunasi utang pada pemerintah pada Selasa (7/9/2021).
Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban memanggil Kaharudin agar hadir di Gedung Syafrudin Prawiranegara Lantai 4 Utara, Kementerian Keuangan RI, Jakarta Pusat, pada pukul 10.00 WIB, 7 September 2021.
Sesuai pengumuman di Surat Kabar Kompas, agenda pertemuan itu membahas penyelesaian hak tagih negara terkait dana BLBI sekurangnya Rp8,2 triliun.
Baca Juga: Pemerintah Kejar Aset BLBI, Bagaimana Awal Mula Kasus Ini 22 Tahun Lalu?
Kaharudin mesti melunasi dana yang terdiri dari Rp7,82 triliun untuk Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PPKS) Bank Umum Nasional dan Rp359.435.826.603,76 dalam rangka PKPS Bank Arya Panduarta.
“Dalam hal Saudara (Kaharudin) tidak memenuhi kewajiban penyelesaian hak tagih negara, maka akan dilakukan tindakan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan,” tulis Rionald.
Kaharudin mengambil dana senilai Rp8,2 triliun usai krisis moneter 1997 dari kucuran BLBI.
Ia mengambil uang itu diam-diam saat menjadi pemegang saham dan Wakil Presiden Komisaris PT Bank Umum Nasional (BUN).
Konglomerat keramik itu mengambil untung dari suntikan dana pemerintah melalui BLBI untuk menahan kebangkrutan BUN di saat sejumlah bank Indonesia kolaps karena krisis ekonomi.
Kaharudin mengambil dana lebih dari Rp8 triliun dari total bantuan Rp12 triliun untuk BUN.
Ia mengalirkan dana itu ke sejumlah perusahaan afiliasi, antara lain PT Bunas Finance Indonesia, PT Indokisar Djaya, PT KIA Keramik Mas dan PT Ongko Sekuritas.
Baca Juga: Wakil Ketua MPR RI: Perburuan Skandal BLBI Harus Imbang antara Pengeluaran Negara dan Aset Sitaan
Ia memindahkan dana besar itu memanfaatkan bilyet, cek, giro dan transfer likuiditas. Tindakan ini dilakukan, meski pemerintah melarang pemilik dan manajemen bank menerima dana BLBI.
Pemerintah pun membekukan BUN bersama beberapa bank lain pada 1998 karena penyelewengan itu.
Lebih lanjut, aparat hukum mendakwa Kaharudin Ongko dengan pidana penjara 16 tahun pada 2003 atas tuduhan penggelapan Rp6,7 triliun dana BLBI.
Akan tetapi, Kaharudin Ongko berhasil bebas setelah dakwaannya gugur di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kaharudin sendiri membela diri dengan menyebut dirinya sebagai komisaris tidak ikut campur dan bertanggung jawab atas operasional BUN sesuai Undang-Undang Perseroan Terbatas.
Usai bebas dari dakwaan, Kaharudin Ongko tak terjangkau hukum. Ia dikabarkan pergi ke luar negeri.
Di sisi lain, informasi menyebut Kaharudin memiliki kediaman di Paterson Hill Singapura, Setiabudi Jakarta Selatan, dan Menteng Jakarta Pusat.
Baca Juga: Pakar Hukum Sebut Cara Pemerintah Tagih Dana BLBI Rumit dan Akan Berlarut-larut
Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV/Harian Kompas