Pemerintah Buka Impor Beras, Ombudsman Cium Aroma Tak Beres dan Minta Ditunda
Peristiwa | 24 Maret 2021, 22:10 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Rencana pemerintah yang akan impor beras sebanyak satu juta ton mendapat perhatian serius dari Ombudsman RI.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan, pihaknya mencium potensi maladministrasi dalam mekanisme keputusan impor beras serta manajemen stok beras.
"Ombudsman mencermati adanya potensi mal administrasi terkait mekanisme keputusan impor beras," ujar dia dalam konferensi pers virtual, Rabu (24/3/2021).
Baca Juga: Ombudsman Sorot Potensi Maladministrasi Keputusan Impor Beras
Bukan tanpa alasan, Yeka menyebut bahwa ada beberapa hal yang tercium salah satunya adalah stok beras dalam negeri masih dalam status aman.
Bahkan, menurutnya, bila diakumulasikan stok beras dalam negeri berjumlah lebih dari enam juta ton.
Oleh karena itu, pihaknya melihat bahwa tidak ada indikator yang mengharuskan keran impor beras dibuka, baik itu dari sisi produksi maupun harga beras.
"Ombudsman mencermati adanya potensi mal administrasi terkait mekanisme keputusan impor beras," ujar dia dalam konferensi pers virtual, Rabu (24/3/2021).
Yeka menjelaskan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi beras sepanjang Januari-April 2021 diperkirakan mencapai 14,54 juta ton.
Angka tersebut naik 3,08 juta ton atau 26,84 persen dibandingkan periode sama di 2020 yang sebesar 11,46 juta ton.
Saat ini stok beras di Perum Bulog, penggilingan, pedagang, Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) hingga hotel, restoran, kafe (horeka) mencapai 6,79 juta ton.
Maka, stok beras nasional diyakini masih relatif aman.
Begitu pula dari sisi harga beras nasional yang berhasil terjaga stabil dalam tiga tahun terakhir atau sejak pertengahan 2018 hingga 2020.
Oleh sebab itu, Yeka menyoroti mekanisme pada rapat koordinasi terbatas (rakortas) yang dipimpin Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam memutuskan kebijakan impor beras.
Sebab seharusnya rencana impor diputuskan berbasiskan data yang valid dengan memperhatikan early warning system atau sistem peringatan dini.
Menurutnya, hal ini akan didalami oleh Ombudsman RI.
"Sehingga kami melihat bahwa ini jangan-jangan ada yang salah dalam memutuskan kebijakan impor," katanya.
Baca Juga: Polemik Impor Beras, Mendag Lutfi Siap Berhenti Jika Memang Salah
Maladministrasi Stok Beras
Selain itu, Ombudsman RI juga melihat adanya maladministrasi dalam manajemen stok beras di Perum Bulog lantaran tak seimbang antara penyerapan dan penyaluran beras.
Yeka menuturkan, Bulog ditugaskan untuk terus menyerap beras tapi kesulitan dalam menyalurkannya karena tak lagi terlibat dalam program bansos rastra.
Akibatnya banyak beras di Bulog yang turun mutu.
"Jadi ini jelas pasti ada regulasi yang tidak tuntas, bisa dibilang hulu-hilir ini ada yang macet dan bermasalah karena kebijakan tidak terintegrasi. Sehingga beras turun mutu dan kerugiannya besar sekali, " jelas dia.
Oleh karena itu, Ombudmasn RI meminta pemerintah melalui Kemenko Perekonomian melakukan kembali rakortas tingkat menteri untuk menunda keputusan impor beras.
Setidaknya sampai melihat perkembangan panen dan pengadaan Bulog hingga Mei 2021.
"Kami meminta Kemenko Perekonomian menyelenggarakan rakortas untuk menunda keputusan impor," pungkas Yeka.
Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi berencana mengimpor beras sebanyak satu setengah juga ton dikarenakan stok beras yang menipis.
Baca Juga: Mendag: Impor Belum Ada, Masalahnya Gabah Petani Tak Bisa Dijual ke Bulog karena Basah
Penulis : Fadhilah Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV