> >

Jangan Sampai Lupa

Opini | 23 Januari 2021, 16:54 WIB
Keberagaman. (Sumber: Pixabay)

Pluralisme adalah pangakuan dan jaminan terhadap keanekaragaman dalam berbagai hal etnik, budaya dan agama yang khas bagi bangsa Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, dari Angas sampai Rote. Bukankah itu indah. Bangsa kita bagaikan pelangi, beraneka ragam begitu indah.

Kemajemukan bangsa ini adalah anugerah yang diberikan Tuhan, yang tidak mungkin kita ubah. Tuhan menciptakan kita majemuk, beragam-ragam dalam segala hal. Tujuannya apa? Tentu bukan agar kita saling berkelahi, saling bertengkar, tetapi agar kita bisa saling mengenal satu sama lain, saling harga-menghargai, hormat-menghormati, saling kasih-mengasihi. Bukankah, tidak ada seorang pun sepenuhnya bisa berdiri sendiri laksana sebuah pulau yang terpisah?

Kalian semua harus ingat bahwa dalam masyarakat majemuk seperti itu, toleransi menjadi penting sebagai modal awal agar kita terbebas dari intoleransi. Toleransi di negeri kita ini adalah peneguhan bahwa masyarakat kita majemuk. Keanekaragaman itulah yang membentuk Indonesia, negeri kita ini. Tanpa ada keragaman, tidak ada Indonesia.

III

Lalu, suatu pagi ia berkata dalam nada tanya: Mengapa yang lahir dari perbedaan, sekarang sulit menerima perbedaan?

Kepada kami semua, ia mengatakan, segala usaha pengingkaran terhadap kemajemukan, segala usaha mencederai dan bahkan merusak kemajemukan, keberagaman, dan kebinekaan sama dengan menghancurkan Indonesia. Dengan kata lain, segala usaha melenyapkan kemajemukan, keragaman, dan kebhinnekaan sama dengan membunuh Indonesia.

Mereka itu sedang lupa. Lupa asal-mulanya. Lupa pada ciri kodrati bangsa ini yang adalah bhinneka, yang adalah majemuk, yang adalah beragam. Ada yang lupa bahwa agama yang hidup di negeri ini dan diakui resmi, itu beragam. Padahal, wajah Indonesia adalah wajah Muslim, wajah Kristen, wajah Katolik, wajah Hindu, wajah Buddha, wajah kepercayaan, wajah penghayatan, dan juga wajah kebatinan. Itulah Indonesia!

Karena itu, dalam masyarakat majemuk seperti itu, toleransi menjadi penting sebagai modal awal agar kita terbebas dari intoleransi. Toleransi di negeri kita ini adalah peneguhan bahwa masyarakat kita majemuk.

Semestinya, seperti dituliskan dalam Dokumen Abu Dhabi (The Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together)”, yakni dokumen yang ditandatangani oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar, Sheikh Ahmed el-Tayeb, pada  4 Februari 2019 di Abu Dhabi, “…agama tidak boleh memprovokasi peperangan, sikap kebencian, permusuhan, dan ekstremisme, juga tidak boleh memancing kekerasan atau penumpahan darah.”

Realitas tragis ini, menurut kedua tokoh itu, merupakan akibat dari penyimpangan ajaran agama. Hal-hal tersebut adalah hasil dari manipulasi politik agama-agama dan dari penafsiran yang dibuat oleh kelompok-kelompok agama yang, dalam perjalanan sejarah, telah mengambil keuntungan dari kekuatan sentimen keagamaan di hati para laki-laki dan perempuan agar membuat mereka bertindak dengan cara yang tidak berkaitan dengan kebenaran agama. Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan yang bersifat politis, ekonomi, duniawi dan picik.

“Karena itu, kami menyerukan kepada semua pihak untuk berhenti menggunakan agama untuk menghasut (orang) kepada kebencian, kekerasan, ekstremisme dan fanatisme buta, dan untuk menahan diri dari menggunakan nama Allah untuk membenarkan tindakan pembunuhan, pengasingan, terorisme, dan penindasan… Allah, Yang Maha-kuasa, tidak perlu dibela oleh siapa pun dan tidak ingin nama-Nya digunakan untuk meneror orang-orang.”

IV

Suatu sore, tidak seperti biasanya, ia muncul di hadapan kami. Dan, mengatakan, “Ingin sekali lagi saya katakan, jangan sampai lupa akan asal-muasal bangsa ini.” Kalimat “Jangan sampai lupa,” diulangi tiga kali dengan penekanan.

Lalu, ia mengakhiri pesannya dengan mengatakan, “Sebagai orang beriman, kalian semua tahu bahwa iman kepada Allah itu mempersatukan dan tidak memecah belah. Iman itu mendekatkan kita, kendatipun ada berbagai macam perbedaan, dan menjauhkan kita dari  permusuhan dan kebencian.“

Aja lali, ya Mas,” katanya pelan.

Penulis : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU