> >

Dampak Lingkungan Perang Hamas-Israel: Keracunan Makanan dan Krisis Pangan Membayangi Gaza

Kompas dunia | 22 November 2024, 23:30 WIB
Masyarakat Palestina berjalan di antara reruntuhan hasil serangan Israel di kamp pengungsian Jabaliya, utara Jalur Gaza, 30 Mei 2024. (Sumber: Enas Rami/Associated Press)

GAZA, KOMPAS.TV – Dampak perang berkepanjangan di Gaza tak hanya dirasakan secara langsung oleh penduduknya, tetapi juga memicu kerusakan lingkungan yang berpotensi mengancam ketahanan pangan selama puluhan tahun ke depan. 

Polusi tanah, kehancuran ekosistem, hingga ancaman kesehatan menjadi bayangan kelam bagi masa depan Gaza.  

Terbaru, 15 anak-anak dan wanita dilarikan ke rumah sakit akibat keracunan makanan kaleng yang diduga ditinggalkan oleh pasukan Israel di kawasan Shujaiya, utara Jalur Gaza. 

Makanan tersebut ditemukan di wilayah yang sedang dilanda kelaparan parah pasca-operasi militer.  

“Kami mengimbau warga untuk berhati-hati saat menemukan makanan kaleng, terutama produk susu. Jangan mengonsumsinya karena pasukan pendudukan Israel dengan sengaja meninggalkan barang-barang rusak untuk membahayakan warga,” ujar juru bicara Pertahanan Sipil Palestina, Mahmoud Basal, melalui saluran Telegram, Kamis (21/11/2024) dikutip dari Middle East Eye.

Krisis ini diperparah oleh kehancuran sektor pertanian. Khaled Marai (34), seorang petani di Gaza, mengungkapkan bahwa upayanya menanam sayuran seperti tomat dan mentimun selalu gagal.  

“Bibitnya selalu layu dan mati meski saya rutin menyiramnya. Hasil tes menunjukkan tanah sudah tercemar bahan kimia dari senjata Israel,” ungkap Marai dilansir dari The New Arab.

Menurut Otoritas Kualitas Lingkungan Palestina, lebih dari 85.000 ton bom dijatuhkan selama 13 bulan, setara lima kali kekuatan bom atom Hiroshima. 

Dampaknya, tanah menjadi tidak layak tanam, dan upaya pertanian terancam gagal selama puluhan tahun ke depan.  

Baca Juga: Israel Kembali Bom Permukiman di Utara Gaza, Dokter: Kebanyakan Korban Anak-Anak dan Perempuan

Ashraf Al-Turk, pakar lingkungan di Otoritas Kualitas Lingkungan, menyebutkan bahwa bom dan bahan peledak yang digunakan Israel tidak hanya mencemari tanah, tetapi juga merusak ekosistem lokal.  

“Hampir 48 persen pohon, termasuk pohon-pohon besar seperti palem dan sycamore, telah dihancurkan. Ini memperburuk erosi tanah dan ekstremitas iklim,” jelasnya.  

Selain itu, perusakan ini menyebabkan hilangnya habitat bagi sekitar 150-200 spesies burung. Sebagian besar burung mati atau bermigrasi akibat kehancuran lingkungan mereka.  

Sementara itu, warga Gaza terpaksa menebang sisa pohon untuk mendapatkan kayu bakar karena blokade Israel menghalangi pasokan gas memasak.  

Penelitian yang diterbitkan oleh Queen Mary University of London mengungkap bahwa emisi gas rumah kaca dari 120 hari konflik, yang dimulai pada Oktober 2023, melampaui emisi tahunan 26 negara. 

Jika ditambah dengan emisi rekonstruksi, angkanya diperkirakan lebih besar daripada emisi tahunan 135 negara.  

Al-Turk memperingatkan bahwa polusi ini tidak hanya berdampak lokal, tetapi juga berkontribusi pada pemanasan global yang memperburuk perubahan iklim di wilayah Gaza dan sekitarnya.  

Selain itu, polutan dari senjata militer meningkatkan risiko penyakit kronis seperti kanker, serta gangguan pernapasan, pencernaan, dan kulit, terutama pada anak-anak dan lansia.  

Ia pun mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menghentikan agresi Israel, melindungi lingkungan dari eksploitasi militer, dan menegakkan hukum internasional.  

“Kerusakan ini bukan hanya masalah Gaza, tetapi juga krisis lingkungan global yang membutuhkan tindakan segera dari masyarakat internasional,” tegas Al-Turk. 

Baca Juga: Pemimpin Oposisi Israel Tuduh Netanyahu Perpanjang Perang Gaza demi Kepentingan Politik

 

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Gading-Persada

Sumber : Middle East Eye/The New Arab


TERBARU