Israel Bunuh Warga Sipil Palestina dengan Klaim Serang Teroris, Saksi: Ada yang Masih Pakai Piyama
Kompas dunia | 18 Januari 2024, 08:23 WIBRekaman dari IDF dan kamera CCTV di dekatnya tak menunjukkan bukti jelas adanya konfrontasi dengan warga Palestina di Al-Shuhada pada saat serangan terjadi.
Keempat bersaudara, Alaa, Hazza, Ahmad dan Rami Darweesh, berusia antara 22 hingga 29 tahun. Mereka emigran Palestina yang kembali dari Yordania beberapa tahun sebelumnya bersama ibu, dan lima saudara kandungnya.
Mereka memiliki izin Israel, yang memungkinkan mereka menyeberang ke Israel untuk melakukan pekerjaan pertanian setiap haru.
Izin-izin ini seringkali sulit diperoleh dan dengan cepat dicabut dari siapa pun yang dianggap Israel sebagai ancaman keamanan, atau terkait dengan seseorang yang dianggap sebagai ancaman keamanan.
Hal itu membuat klaim Israel bahwa mereka sebagai teroris sebagai hal yang tak masuk akal.
Khalid juga mengatakan bahwa tidak ada senjata atau peledak di sekitar kejadian, karena ia terbiasa memindai lokasi kejadian untuk senjata dan peledak sebagai rutinitas keamanan dasar.
“Saya akan bisa mengatakan ke Anda jika memang ada senjata. Namun sejujurnya, mereka hanya warga sipil,” tuturnya.
“Tak ada hubungan dengan perlawanan. Tak ada peluru, senjata dan kemunculan orang Israel,” ujarnya.
Kelompok perlawanan Palestina, yang biasanya cepat bereaksi ketika anggota terbunuh oleh tentara Israel, tak bersuara mengenai kematian ketujuh orang ini.
Baca Juga: Hamas dan Israel Sepakati Pengiriman Obat: 1 Kotak untuk Sandera Hamas, 1.000 Kotak untuk Warga Gaza
Tak ada pernyataan yang menggambarkan mereka sebagai martir atas kematian mereka.
Tetangga dan kerabat mereka juga mengatakan bahwa pria-pria tersebut tak memiliki hubungan kelompok perlawanan.
“Mereka tak bersenjata, mereka bukan pejuang,” kata Kepala Rumah Sakit Jenin, Wissam Bakr.
“Biasanya, sangat jelas jika mereka pejuang dari salah satu kelompok militant. Ketujuh orang ini? Tidak, tidak itu yang pasti. Mereka semua warga sipil,” ujarnya.
Penulis : Haryo Jati Editor : Desy-Afrianti
Sumber : BBC