Iduladha Menyedihkan di Sudan yang Dilanda Perang, Rakyat Sulit Bertahan dan Tidak Ada yang Kurban
Kompas dunia | 28 Juni 2023, 08:00 WIBWAD MADANI, KOMPAS.TV - Bagi banyak warga Sudan yang berjuang untuk bertahan hidup di tengah perang, rasa daging domba yang biasanya dikorbankan umat muslim saat perayaan Iduladha hanya menjadi angan-angan yang terasa jauh.
Sebelum konflik dimulai, dua pertiga populasi Sudan hidup di bawah garis kemiskinan, sepertiga mengandalkan bantuan kemanusiaan untuk kebutuhan sehari-hari
Konflik yang sudah memasuki bulan ketiga ini telah membawa kematian dan kekacauan serta membuat jutaan orang mengungsi di negara yang sudah miskin sebelum pertempuran pecah, seperti laporan France24, Selasa (27/6/2023).
Seperti banyak penduduk Khartoum, Hanan Adam melarikan diri bersama enam anaknya ketika pertempuran pecah pada pertengahan April lalu antara pasukan reguler dan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF).
Saat ini, mereka tinggal di kamp sementara di selatan kota, dan keluarganya mencoba merayakan Iduladha jauh dari rumah dan tanpa kebahagiaan yang layak.
"Dalam kondisi seperti ini, Iduladha akan menyedihkan," kata Hanan Adam di kamp di Al-Hasaheisa, sekitar 120 kilometer dari ibu kota Khartoum.
Tidak sehari pun berlalu tanpa anak-anaknya yang berusia antara dua dan 15 tahun bertanya kapan mereka akan pulang ke rumah, katanya.
Sebelum konflik dimulai, dua pertiga populasi Sudan hidup di bawah garis kemiskinan, sepertiga mengandalkan bantuan kemanusiaan untuk kebutuhan sehari-hari, menurut data PBB.
Pada tahun-tahun sebelumnya, umat muslim Sudan yang mampu akan menyembelih hewan untuk dibagikan kepada fakir miskin.
Namun, tahun ini daging merupakan kemewahan yang langka karena perang telah mengganggu kehidupan sehari-hari dan perdagangan, menutup pasar dan bank, serta membuat jutaan orang terperangkap di dalam rumah mereka, kekurangan kebutuhan pokok.
Baca Juga: Terjebak Perang, Puluhan Bayi dan Balita Yatim Piatu Tewas Kelaparan di Panti Asuhan Khartoum Sudan
Mimpi yang tak tercapai
"Kami bahkan tidak mampu membeli daging kambing," kata Mawaheb Omar, seorang ibu beranak empat yang menolak meninggalkan rumahnya di Khartoum meski adanya pertempuran senjata dan serangan udara.
Iduladha tahun ini akan menjadi "menyedihkan dan hambar," tambahnya.
Omar Ibrahim, yang tinggal bersama tiga anaknya di distrik Shambat Khartoum, mengatakan perayaan Iduladha telah menjadi "mimpi yang tak tergapai".
Khartoum telah menjadi medan pertempuran utama antara panglima militer Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan komandan RSF Mohamed Hamdan Daglo.
RSF mengumumkan gencatan senjata sepihak saat perayaan Iduladha, tetapi banyak warga Sudan yang curiga setelah serangkaian janji gencatan senjata sebelumnya dilanggar oleh kedua belah pihak.
"Akankah senjata tetap sunyi saat Iduladha?" tanya Ibrahim.
Perang juga berkecamuk di daerah peternakan sapi Sudan: Darfur dan Kordofan, yang sudah termasuk daerah paling miskin di negara ini sebelum perang.
Mohammed Babiker, seorang pedagang ternak di Wad Madani, 200 kilometer selatan ibu kota, mengatakan dulu dia membawa hewan-hewannya ke ibu kota dan tempat lain untuk dijual saat Iduladha.
Tetapi sekarang, "penggembala tidak lagi bisa membawa ternak mereka," katanya, dikelilingi oleh sekelompok domba di salah satu jalan utama kota.
Othman Mubarak, seorang pedagang lainnya, mengatakan tahun ini dia "tidak menjual apa pun" di Khartoum.
"Hari Raya Kurban adalah waktu di mana kami akan melakukan penjualan terbanyak," katanya. "Tetapi kali ini saya dan rekan-rekan saya secara paksa menganggur."
Baca Juga: Sudan Kian Mencekam, 17 Orang Tewas Termasuk 5 Anak-anak Pada Serangan Udara di Khartoum
Tidak ada penghasilan
Di bagian utara Sudan, yang sejauh ini secara besar-besaran terhindar dari perang, Abdallah al-Nemir mengumpulkan dombanya untuk dijual di pasar Wad Hamed, sekitar 150 kilometer dari Khartoum.
"Kami punya domba untuk dijual, tetapi orang-orang tidak punya uang, jadi kami tidak berjualan," katanya. "Orang-orang tidak punya penghasilan karena perang."
Pemerintah Khartoum memberikan cuti tanpa batas kepada pegawai negeri, dan banyak dari mereka sekarang berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
"Perang telah memengaruhi mereka, yang tidak menerima gaji untuk sementara waktu," kata Moawiya Mohammed, seorang pedagang ternak lainnya.
"Situasinya sulit dan daya beli lemah."
Domba dijual tahun ini dengan harga antara $175 hingga $240, turun dari $300 untuk yang terbesar tahun lalu.
Pegawai negeri Imad Mahieddine, yang termasuk di antara mereka yang berkeliling di pasar ternak Wad Madani, mengatakan tahun ini dia hanya melihat-lihat.
Dia mengatakan bahwa dia tidak mendapatkan gaji selama tiga bulan dan "tidak akan membeli domba tahun ini".
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : France24