Terjebak Perang, Puluhan Bayi dan Balita Yatim Piatu Tewas Kelaparan di Panti Asuhan Khartoum Sudan
Kompas dunia | 1 Juni 2023, 08:20 WIBKAIRO, KOMPAS.TV - Setidaknya 60 bayi, balita, dan anak-anak yatim piatu di berbagai panti asuhan di ibu kota Sudan, tewas mengenaskan akibat kelaparan dan sakit selama enam minggu terakhir. Mereka tewas akibat terjebak dalam kondisi mengerikan saat pertempuran berkecamuk di luar.
Sebagian besar bayi dan balita meninggal akibat kelaparan dan demam. Sebanyak 26 bayi meninggal hanya dalam waktu dua hari pada akhir pekan, seperti dilaporkan oleh Associated Press, Rabu (31/5/2023).
Sejauh mana penderitaan anak-anak itu terungkap dari wawancara dengan lebih dari 12 dokter, relawan, pejabat kesehatan, dan pekerja di panti asuhan Al-Mayqoma.
Associated Press juga meninjau puluhan dokumen, gambar, dan video yang menunjukkan kondisi yang memburuk di fasilitas tersebut.
Video yang diambil oleh para pekerja panti asuhan menunjukkan tubuh anak-anak yang terbungkus rapi dalam kain putih menunggu pemakaman.
Dalam rekaman lain, dua puluh empat balita yang hanya mengenakan popok duduk di lantai sebuah ruangan, banyak dari mereka menangis, sementara seorang perempuan membawa dua jeriken air.
Seorang perempuan lain duduk di lantai dengan punggung menghadap kamera, bergoyang-goyang ke depan dan ke belakang, tampaknya menggendong seorang anak.
Baca Juga: Militer Sudan Batalkan Perundingan Gencatan Senjata dengan Kubu Paramiliter, Ini Sebabnya
Seorang pekerja panti asuhan kemudian menjelaskan balita-balita itu dipindahkan ke ruangan besar setelah serangan meriam di dekatnya menyelimuti bagian lain fasilitas dengan debu yang tebal pekan lalu.
"Ini bencana," kata Afkar Omar Moustafa, seorang relawan di panti asuhan tersebut, dalam wawancara telepon. "(Horor) ini adalah sesuatu yang kami perkirakan sejak hari pertama (pertempuran dimulai)."
Di antara yang meninggal adalah bayi berusia tiga bulan, menurut sertifikat kematian serta keterangan empat pejabat dan pekerja panti asuhan yang sekarang membantu fasilitas tersebut.
Akhir pekan tersebut sangat mematikan, dengan 14 anak meninggal hari Jumat dan 12 anak meninggal hari Sabtu di panti asuhan tersebut.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran dan menyulut kemarahan di media sosial, dan sebuah lembaga amal setempat berhasil mengirim makanan, obat-obatan, dan susu formula bayi ke panti asuhan hari Minggu dengan bantuan Badan Anak-anak PBB, UNICEF, dan Komite Internasional Palang Merah.
Para pekerja panti asuhan memperingatkan lebih banyak anak bisa meninggal, dan meminta evakuasi mereka dengan cepat dari Khartoum yang dilanda perang.
Pertempuran untuk menguasai Sudan pecah 15 April, dengan melibatkan militer Sudan yang dipimpin Jenderal Abdel-Fattah Burhan melawan Pasukan Dukungan Cepat paramiliter yang dipimpin Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo.
Baca Juga: Paramiliter Sudan Kian Brutal, Bakar dan Hancurkan Seluruh Desa di Darfur
Pertempuran tersebut mengubah Khartoum dan daerah perkotaan lainnya menjadi medan perang. Banyak rumah dan infrastruktur sipil dirampok atau rusak oleh peluru dan serpihan meriam yang berserakan.
Pertempuran tersebut menimbulkan korban berat di kalangan warga sipil, terutama anak-anak.
Lebih dari 860 warga sipil, termasuk setidaknya 190 anak-anak, tewas dan ribuan lainnya terluka sejak 15 April, menurut Perhimpunan Dokter Sudan yang mencatat korban sipil. Angka tersebut kemungkinan jauh lebih tinggi.
Lebih dari 1,65 juta orang telah melarikan diri ke daerah yang lebih aman di dalam Sudan atau melintasi perbatasan ke negara-negara tetangga.
Orang lain terjebak di dalam rumah mereka, tidak dapat melarikan diri karena pasokan makanan dan air semakin berkurang. Bentrokan tersebut juga mengganggu kerja kelompok-kelompok kemanusiaan.
Lebih dari 13,6 juta anak membutuhkan bantuan kemanusiaan mendesak di Sudan, meningkat dari sekitar sembilan juta sebelum perang, menurut UNICEF.
Hari Senin, terdapat setidaknya 341 anak di panti asuhan tersebut, termasuk 165 bayi berusia satu hingga enam bulan dan 48 anak berusia tujuh hingga 12 bulan, menurut data yang diperoleh oleh AP. Sisanya adalah 128 anak berusia antara satu hingga 13 tahun.
Baca Juga: AS dan Arab Saudi Desak Gencatan Senjata Sudan Diperpanjang, Rilis Pernyataan Bersama
Di antara mereka yang ada di panti asuhan adalah 24 anak yang dikirim kembali dari rumah sakit di Khartoum setelah pecahnya pertempuran.
Rumah sakit tempat anak-anak tersebut mendapatkan perawatan harus ditutup karena kurangnya pasokan listrik atau serangan meriam di sekitar, kata Heba Abdalla, yang bergabung dengan panti asuhan tersebut sebagai anak dan sekarang menjadi perawat di sana.
Juru bicara militer, RSF, kementerian kesehatan, dan kementerian pembangunan sosial, yang mengawasi panti asuhan, tidak menjawab permintaan komentar tentang panti asuhan yang menjadi tempat kematian memilukan puluhan bayi-bayi serta balita tersebut.
Situasinya sangat mengerikan dalam tiga minggu pertama konflik ketika pertempuran paling sengit terjadi.
Pada satu titik selama periode ini, anak-anak dipindahkan ke lantai pertama agar jauh dari jendela, untuk menghindari terkena tembakan sembarangan atau pecahan meriam, kata seorang perawat lain yang dikenal sebagai Sister Teresa.
"Terlihat seperti penjara ... kita semua seperti narapidana yang tidak dapat melihat keluar dari jendela. Kita semua terjebak," katanya.
Selama periode ini, makanan, obat-obatan, susu formula bayi, dan pasokan lainnya semakin berkurang karena para pengasuh tidak dapat keluar dan mencari bantuan, kata Abdalla.
Baca Juga: Kedutaan Besar Qatar di Khartoum Diserang, Pengeboman Udara dan Saling Tembak Artileri Guncang Sudan
"Pernah untuk waktu yang cukup lama, selama berhari-hari, kami tidak bisa menemukan apa pun untuk memberi makan mereka," kata Abdalla. "Mereka (anak-anak) menangis sepanjang waktu karena mereka lapar."
Seiring fasilitas menjadi tidak dapat dijangkau, jumlah perawat, pengasuh, dan tenaga pengasuh lainnya berkurang.
Banyak pengasuh adalah pengungsi dari Ethiopia, Eritrea, atau Sudan Selatan yang melarikan diri dari pertempuran seperti ratusan ribu orang lainnya, kata Abdalla.
"Kami akhirnya hanya memiliki satu atau dua pengasuh melayani 20 anak atau lebih, termasuk anak-anak cacat," kata Moustafa, relawan tersebut.
Bayi-bayi serta anak-anak kecil lalu mulai meninggal satu per satu. Pada awalnya, terdapat antara tiga hingga enam kematian per minggu, kemudian jumlah korban meningkat dengan cepat, kata perawat. Puncaknya terjadi pada Jumat, dengan 14 kematian, diikuti oleh 12 kematian hari Sabtu.
AP memperoleh 11 sertifikat kematian untuk anak-anak di panti asuhan tersebut, termasuk delapan kematian hari Minggu dan tiga kematian di hari Sabtu.
Semua sertifikat kematian tersebut mencantumkan kegagalan sirkulasi sebagai penyebab kematian, tetapi juga menyebutkan faktor-faktor lain seperti demam, dehidrasi, kekurangan gizi, dan gagal tumbuh.
Baca Juga: Kepala Militer Sudan Bekukan Rekening Bank Kelompok Rival dalam Pertempuran Mengendalikan Negara
Bahkan sebelum pecahnya pertempuran, panti asuhan tersebut kekurangan infrastruktur dan peralatan yang memadai, kata Moustafa.
Dua puluh hingga 25 anak dipadatkan dalam setiap ruangan, banyak yang tidur di lantai. Bayi-bayi tidur berdua di tempat tidur bayi logam berwarna merah muda.
Panti asuhan tersebut didirikan pada tahun 1961. Meskipun mendapatkan dana dari pemerintah, panti asuhan tersebut sangat bergantung pada sumbangan dan bantuan dari lembaga amal lokal dan internasional.
Panti asuhan ini menjadi headline berita di masa lalu, yang terakhir kali pada Februari 2022 ketika setidaknya 54 anak dilaporkan meninggal dalam waktu kurang dari tiga bulan.
Saat itu, para aktivis meluncurkan seruan online untuk mendapatkan bantuan, dan militer mengirim bantuan makanan dan bantuan lainnya.
Fasilitas yang dikelola pemerintah ini berada di sebuah bangunan tiga lantai dengan taman bermain di daerah Daym di pusat Khartoum.
Daerah tersebut mengalami beberapa pertempuran paling sengit, dengan peluru dan serpihan meriam yang menyerang rumah-rumah di sekitarnya dan infrastruktur sipil lainnya, menurut para pekerja dan seorang fotografer lepas yang bekerja dengan AP dan tinggal dekat dengan panti asuhan tersebut.
Baca Juga: PBB Kirim Kepala Badan Bantuan Darurat ke Sudan, Gegara Krisis Kemanusiaan Kian Memburuk
Berita tentang kematian ini menimbulkan kecaman publik, dengan para aktivis meminta bantuan untuk anak-anak tersebut.
Nazim Sirag, seorang aktivis yang memimpin lembaga amal lokal Hadhreen, memimpin upaya untuk menyediakan relawan dan pasokan ke panti asuhan.
"Panti asuhan ini berada dalam kondisi krisis sejak hari pertama pertempuran dimulai," katanya. "Situasinya sangat buruk dan segera butuh bantuan."
Dia mengatakan telah berbicara dengan pejabat dan pekerja kemanusiaan di Khartoum, serta dengan Badan Anak-anak PBB, UNICEF, dan Komite Palang Merah Internasional, meminta bantuan untuk segera melakukan evakuasi anak-anak dari panti asuhan dan pengiriman pasokan yang diperlukan.
Sirag juga berharap panti asuhan tersebut akan dipindahkan ke tempat yang lebih aman di luar Khartoum.
"Panti asuhan tersebut berada dalam situasi yang sangat buruk dan tidak layak," katanya. "Kami harus melakukan segala upaya untuk menyelamatkan anak-anak itu secepat mungkin."
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Associated Press