Jenderal Tertinggi Rusia Akui Situasi Sulit Pasukannya akibat Tekanan Serangan Ukraina
Krisis rusia ukraina | 19 Oktober 2022, 14:56 WIBKIEV, KOMPAS.TV - Komandan baru pasukan Rusia di Ukraina Jenderal Sergei Surovikin mengakui keadaan yang sangat sulit bagi pasukannya akibat tekanan serangan Ukraina yang berusaha merebut kembali wilayah selatan dan timur yang sudah dicaplok Moskow beberapa pekan lalu.
Seperti laporan Straits Times, Rabu, (19/10/2022), Jenderal Surovikin mengumumkan pemindahan bertahap yang terorganisir warga sipil dari empat kota di tepi sungai Dnipro. Pengumuman itu dipandang sebagai pertanda makin terpojoknya pasukan Rusia di lapangan, delapan bulan setelah serangannya ke Ukraina.
Pasukan Rusia di Kherson dilaporkan sudah mundur sejauh 20 km - 30 km dalam beberapa minggu terakhir dan berisiko terjepit di tepi barat sungai Dnipro sepanjang 2.200 km yang membelah Ukraina.
"Situasi di daerah 'Operasi Militer Khusus' dapat digambarkan menegangkan," kata Jenderal Sergei Surovikin, kepada saluran berita televisi milik negara Rossiya 24.
Tentang Kherson, Jenderal Surovikin berkata, “Situasi di daerah ini sulit. Musuh dengan sengaja menyerang infrastruktur dan bangunan tempat tinggal di Kherson.”
Ukraina dan Rusia membantah menargetkan warga sipil, meskipun Kiev menuduh pasukan Moskow melakukan kejahatan perang.
Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan apa yang dia sebut "operasi militer khusus" pada 24 Februari karena dia mengatakan ingin memastikan keamanan Rusia dan melindungi penutur bahasa Rusia di Ukraina.
Ukraina dan sekutunya menuduh Moskow melakukan perang tak beralasan untuk merebut wilayah dari tetangganya yang pro-Barat.
Baca Juga: Ngeri, Rusia Tegaskan 4 Wilayah Ukraina yang Dicaplok Ada Dalam Payung Perlindungan Nuklir Rusia
Posisi pasukan Rusia terus mendapat serangan di Kupiansk dan Lyman di Ukraina timur dan daerah antara Mykolaiv dan Kryvyi Rih di provinsi Kherson kata Jenderal Surovikin.
Dia tampaknya mengakui bahaya yang mengintai dari pasukan Ukraina yang makin bergerak maju menuju kota Kherson, yang terletak di dekat mulut sungai Dnipro di tepi barat.
Sulit bagi Rusia untuk memasok pasukan dari timur ke arah Kherson yang terletak di Selatan, karena jembatan utama di seberang Dnipro telah rusak parah akibat bom Ukraina.
Rusia merebut kota itu sebagian besar tanpa perlawanan pada hari-hari awal serangan, dan itu tetap menjadi satu-satunya kota besar Ukraina yang direbut pasukan Moskow secara utuh.
Kherson adalah salah satu dari empat provinsi Ukraina yang diduduki, bagian dari empat wilayah yang dideklarasikan Rusia menjadi bagian integralnnya, dan bisa dibilang yang paling penting secara strategis.
Kota Kherson mengontrol satu-satunya rute darat ke semenanjung Krimea yang direbut Rusia pada tahun 2014, dan berada di mulut sungai Dnipro.
Setelah menggelar referendum pada bulan September yang dikatakan Ukraina sebagai penipuan dan pemaksaan, Putin mendeklarasikan pencaplokan provinsi perbatasan timur Donetsk dan Luhansk, kawasan industri penting yang dikenal sebagai Donbas, serta Kherson dan Zaporizhzhia di selatan.
Jenderal Surovikin dijuluki "Jenderal Armageddon" di media Rusia setelah bertugas di Suriah dan Chechnya, di mana pasukannya menggempur kota-kota menjadi puing-puing dalam kebijakan bumi hangus yang brutal namun efektif terhadap musuh-musuhnya.
Baca Juga: Serangan Udara Rusia Sasar Suplai Energi dan Air Ukraina, Sengsarakan Musuh Jelang Musim Dingin
Pengangkatannya segera diikuti oleh gelombang serangan rudal dan drone pengebom terhadap Ukraina pada tanggal 10 Oktober, terbesar sejak dimulainya perang.
Putin menyebut serangan itu sebagai balasan atas ledakan yang merusak jembatan Rusia ke Krimea.
Pemerintah Kiev belum mengaku bertanggung jawab atas serangan itu tetapi merayakan penghancuran apa yang dianggapnya sebagai target militer yang digunakan untuk mengangkut senjata dan pasukan.
Vladimir Saldo, kepala wilayah Kherson yang diangkat Rusia, mengatakan keputusan untuk mengevakuasi warga sipil dari empat kota diambil berdasarkan risiko serangan oleh pasukan Ukraina.
"Pihak Ukraina sedang membangun kekuatan untuk serangan skala besar," kata Saldo dalam sebuah pernyataan video. Militer Rusia sedang bersiap untuk mengusir serangan itu, katanya, dan “di mana militer beroperasi, tidak ada tempat bagi warga sipil. Biarkan tentara Rusia memenuhi tugasnya.”
Di utara di ibu kota Kiev, Rusia menghujani lebih banyak rudal menghantam infrastruktur yang disebut Ukraina dan Barat sebagai kampanye untuk mengintimidasi warga sipil.
Baca Juga: Supremasi Drone Kamikaze Rusia Buatan Iran, Laksana Kawanan Tawon dari Neraka Meneror Ukraina
Rusia menghancurkan hampir sepertiga pembangkit listrik Ukraina dalam seminggu terakhir, kata Presiden Volodymyr Zelenskyy. Dalam pidato video Selasa malam, Zelenskyy mengatakan Rusia menyasar lebih dari 10 wilayah dalam 24 jam terakhir dan mendesak Ukraina untuk mengurangi konsumsi listrik di malam hari.
Rudal menghantam pembangkit listrik di Kiev dan di tempat lain, menyebabkan pemadaman dan mematikan pasokan air.
Belum ada kabar tentang jumlah total warga yang terbunuh dari gelombang serangan tersebut. Sehari sebelumnya, Rusia mengirim kawanan drone pengebom untuk menyerang infrastruktur di Kiev dan kota-kota lain, menewaskan sedikitnya lima orang.
Ukraina menuduh Rusia menggunakan 'drone kamikaze' Shahed-136 buatan Iran, yang terbang ke target mereka dan meledak. Iran membantah memasok mereka dan pada hari Selasa Kremlin juga membantah menggunakannya.
Namun, dua pejabat senior Iran dan dua diplomat Iran mengatakan Teheran sudah menyatakan komitmen untuk memberi Rusia lebih banyak drone serta rudal permukaan-ke-permukaan.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV/Straits Times/Russiya24