Putin Disebut Bakal Kalah Perang, PM Estonia Peringatkan Barat: Jangan Remehkan Militer Rusia
Krisis rusia ukraina | 24 Juni 2022, 05:25 WIBTALLINN, KOMPAS.TV – Perdana Menteri Estonia Kaja Kallas memperingatkan Barat agar tidak meremehkan kemampuan militer Rusia di Ukraina. Menurutnya, seiring perang yang memasuki bulan ke-5, pasukan Moskow masih terus bertahan menggempur Ukraina.
Melansir Associated Press, Kamis (23/6/2022), Kallas membantah bahwa pasukan Rusia kelelahan berperang.
“Saya mendengar pembicaraan bahwa tak ada lagi ancaman karena mereka (Rusia) telah lelah berperang. Tidak, mereka tidak kelelahan,” kata Kallas merujuk militer Rusia, yang gagal merebut Kiev pada awal invasi dan kini berkonsentrasi menggempur kawasan timur Ukraina.
Sebelumnya, seperti diberitakan di Kompas.tv, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson yakin Rusia akan kalah di Ukraina timur. Lantaran, ia menilai Presiden Rusia Vladimir Putin mulai kehabisan pasukan dan senjata.
Baca Juga: PM Inggris Pede Rusia Bakal Kalah di Ukraina Timur, Yakin Putin Mulai Kehabisan Pasukan dan Senjata
“Mereka masih punya banyak pasukan yang bisa datang (untuk berperang). Mereka tak menghitung nyawa yang telah hilang. Mereka tak menghitung artileri yang telah mereka habiskan di sana,” beber Kallas, perdana menteri perempuan pertama Estonia sejak Januari 2021 itu.
Menurut Kallas, keruntuhan moral dan korupsi yang dialami pasukan Rusia tak seharusnya dijadikan alasan meremehkan kemampuan militer negeri beruang merah itu.
“Jadi menurut saya, kita seharusnya jangan meremehkan mereka (Rusia) karena hingga sejauh ini, mereka masih bertahan menggempur,” ujar perempuan berusia 45 tahun itu.
Seiring perang yang terus berlarut-larut, sejumlah tokoh Barat menyarankan agar menegosiasikan kesepakatan damai dengan Rusia, meski hal itu berarti Ukraina harus menyerahkan teritorinya. Kallas menolak saran ini.
Baca Juga: PM Inggris Sebut Putin Tak Miliki Niat Baik: Tak Mungkin Negosiasi dengan Buaya yang Gigit Kaki Anda
Menurutnya, inilah yang terjadi persis setelah Moskow mencaplok Krimea, mendukung pemberontak di Donbas dan menduduki wilayah bekas republik Soviet, Georgia.
“Bagi kami, sangat penting untuk tidak melakukan kesalahan lagi seperti yang kami lakukan di Krimea, Donbas, Georgia,” akunya dalam wawancara dengan Associated Press, Rabu (22/6).
“Kita telah melakukan kesalahan yang sama tiga kali, menyebut negosiasi perdamaian adalah tujuannya. (Sebab), satu-satunya yang didengar Putin dari hal ini adalah: ‘Saya bisa melakukan ini karena tak ada hukuman yang menanti’,” ujarnya memperingatkan.
“Dan setiap kali, setiap lain kali, selalu akan ada penderitaan manusia yang lebih buruk dari sebelumnya,” imbuhnya.
Baca Juga: Rusia Permalukan AS, Ganti Nama Jalan Kedubes AS di Moskow dengan Nama Pemberontak di Ukraina
Eropa, tekan Kallas, harus memastikan bahwa para pelaku kejahatan perang dan percobaan genosida harus dihukum. Ia mencatat bahwa Putin berhasil lolos dari jeratan hukum karena mencaplok Semenanjung Krimea pada 2014. Pun, karena mendukung pemberontakan di kwasan Donbas di timur Ukraina yang menewaskan lebih dari 14.000 orang.
Estonia, yang memiliki perbatasan sepanjang 294 kilometer dengan Rusia, menentang keras invasi Rusia ke Ukraina. Kallas pun telah mengkritik para pemimpin Eropa yang berbicara dengan Putin. Ia juga menyarankan untuk mengisolasi Moskow sepenuhnya, dan menyerahkan keputusan mengakhiri perang pada Ukraina.
Penulis : Vyara Lestari Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Associated Press