> >

Junta Militer Myanmar Larang Kerumunan, Unjuk Rasa Jalan Terus di Yangon, Mandalay dan Naypyidaw

Kompas dunia | 9 Februari 2021, 11:56 WIB
Pengunjuk rasa mengacungkan spanduk di persimpangan di Yangon, Myanmar, Selasa, 9 Februari 2021. Para pengunjuk rasa terus berkumpul pada Selasa pagi di Yangon melanggar pembatasan kerumunan yang dikeluarkan pada hari Senin, yang dimaksudkan untuk membungkam unjuk rasa dan protes menentang pengambilalihan kekuasaan oleh militer. (Sumber: AP Photo)

YANGON, KOMPAS.TV - Menyusul keputusan yang melarang protes damai di dua kota terbesar di negara itu, unjuk rasa jalan terus di Yangon dan Mandalay, seperti dikutip dari Associated Press, (09/02/2021)

Pengunjuk rasa berkumpul di Yangon hari Selasa, (09/02/2021) berunjuk rasa memprotes kudeta militer minggu lalu, tepat pada hari berlakunya pembatasan berkerumun yang pada dasarnya melarang unjuk rasa di dua kota terbesar Myanmar, Yangon dan Mandalay. 

Massa di Yangon menaikkan slogan dan spanduk mendukung pemimpin terguling Aung San Suu Kyi dan menyuarakan protes mereka serta perlawanan atas tindakan militer.

Membawa spanduk dan mengacungkan salam tiga jari - tanda oposisi yang diadopsi dari pengunjuk rasa di negara tetangga Thailand - massa tetap berunjuk rasa meskipun ada keputusan yang dikeluarkan pada hari Senin yang secara efektif melarang unjuk rasa damai di dua kota terbesar di negara itu.

Baca Juga: Protes di Myanmar Kian Marak, Junta Militer Berlakukan Aturan Pembatasan Baru

Pengunjuk rasa mengacungkan plakat dan spanduk di persimpangan di Yangon, Myanmar, Selasa, 9 Februari 2021. Para pengunjuk rasa terus berkumpul pada Selasa pagi di Yangon melanggar pembatasan kerumunan yang dikeluarkan pada hari Senin, yang dimaksudkan untuk membungkam unjuk rasa dan protes menentang pengambilalihan kekuasaan oleh militer. (Sumber: AP Photo)

"Kami akan terus berjuang," demikian pernyataan pegiat pemuda Maung Saungkha, seraya menyerukan pembebasan tahanan politik dan mengharapkan "keruntuhan sepenuhnya kediktatoran". 

Saungkha juga mendesak penggantian konstitusi 2008 buatan militer yang berlaku saat ini. Konstitusi itu memberikan tentara kekuasaan veto di parlemen.

Di Naypyidaw, polisi anti huru-hara menembakkan kanon air ke arah pengunjuk rasa hari Selasa, (09/02/2021) saat pengunjuk rasa mengabaikan larangan berkerumun dan tetap melancarkan unjuk rasa menentang kudeta militer, demikian dilaporkan Reuters, Selasa (09/02/2021)

Baca Juga: Pemimpin Tertinggi Militer Myanmar Pidato, Berjanji Serahkan Kekuasaan Kepada Pemenang Pemilu Baru

Pengunjuk rasa pengacungkan plakat dan spanduk di persimpangan di Mandalay, Myanmar, Senin, 8 Februari 2021. Para pengunjuk rasa terus berkumpul pada Selasa pagi di Yangon melanggar pembatasan kerumunan yang dikeluarkan pada hari Senin, yang dimaksudkan untuk membungkam unjuk rasa dan protes menentang pengambilalihan kekuasaan oleh militer. (Sumber: AP Photo)

Padahal Naypyidaw adalah ibukota pemerintahan, markas utama militer yang kotanya diisi pegawai negeri, pangkalan militer, beserta perumahan keluarga dan fasilitas pendukung lainnya. 

Pembatasan kerumunan yang dideklarasikan pada hari Senin, membatasi aksi unjuk rasa dan pertemuan maksimal lima orang.

Sebelumnya junta militer Myanmar memberlakukan pembatasan baru berupa larangan pertemuan lebih dari lima orang dan pemberlakuan jam malam mulai jam 8 malam sampai jam 4 pagi di Yangon dan Mandalay. Aturan itu diumumkan langsung oleh pemimpin tertinggi militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing dalam pidato perdananya di televisi.

Penulis : Edwin-Shri-Bimo

Sumber : Kompas TV


TERBARU