Sejarah Pura Mangkunegaran yang Berusia 265 Tahun, Lokasi Pernikahan Kaesang dan Erina di Solo
Seni budaya | 29 November 2022, 06:47 WIBSOLO, KOMPAS.TV - Pura Mangkunegaran rencananya menjadi salah satu lokasi prosesi pernikahan putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep dengan calon istrinya, Erina Sofia Gudono, pada 11 Desember 2022 mendatang.
Di Pura Mangkunegaran nantinya akan diadakan pesta rakyat atau gala dinner setelah Kaesang dan Erina menjalani prosesi "ngunduh mantu" di Loji Gandrung.
Bak pangeran dan ratu, perjalanan rombongan pengantin dan keluarga dari Loji Gandrung ke Pura Mangkunegaran akan menggunakan kereta kencana.
Kakak Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara X, GRAj Ancillasura Marina Sudjiwo alias Gusti Sura, mengatakan tak ada prosesi adat di acara Kaesang dan Erina di Pura Mangkunegaran.
Baca Juga: Alasan Pesta Nikah Kaesang dan Erina di Puro Mangkunegaran, Erick Thohir: Mempromosikan Sejarah
"Di Loji Gandrung (upacara adat), seperti yang disampaikan oleh Pak Erick (Menteri BUMN). Di sini memang tasyakuran hampir mirip seperti gala dinner tidak ada adat sama sekali disini," kata Gusti Sura, Senin (28/11/2022), dikutip dari Kompas.com.
Sejarah Pura Mangkunegaran
Melansir kemdikbud, Selasa (29/11/2022), Pura Mangkunegaran dibangun pada tahun 1757 oleh Raden Mas Said atau yang dikenal dengan Pangeran Samber Nyawa.
Pura Mangkunegaran terletak dijalan Ranggawarsita, Dusun Keraton, Desa Keraton Kecamatan Keraton, Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah.
Pura ini dibangun setelah Akad Salatiga yang mengawali pendirian Praja Mangkunegaran pada tanggal 13 Maret 1757.
Dua tahun sebelumnya, Akad Giyanti membagi pemerintahan Jawa menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta oleh VOC (Kompeni) pada tahun 1755.
Kerajaan Surakarta terpisah setelah Pangeran Raden Mas Said terus memberontak pada VOC (Kompeni) dan atas dukungan sunan mendirikan kerajaan sendiri tahun 1757.
Ketika naik tahta Raden Mas Said sebagai Mangkunera I dan mendirikan wilayah kekuasaannya di sebelah barat tepian Sungai Pepe (Kali Pepe) di pusat kota yang sekarang bernama Solo.
Baca Juga: Kaesang-Erina jadi yang Pertama Gunakan Puro Mangkunegaran untuk Pesta Nikah, Tak Ada Prosesi Adat
Pura Mangkunegaran lantas mengalami beberapa perubahan selama puncak masa pemerintahan kolonial Belanda di Jawa Tengah yang terlihat pada arsitektur bergaya Eropa.
Kompleks Pura Mangkunegaran
Pura menghadap ke Selatan dan dibagi menjadi tiga halaman. Halaman pertama dari sebelah Selatan berupa Pamedan, yaitu lapangan perlatihan prajurit pasukan Mangkunegaran.
Disebelah Timur Pamedan terdapat bangunan Kavaleri Artileri yang berlantai dua. Pintu gerbang kedua menuju halaman dalam terdapat Pendopo Akbar yang berukuran 3.500 meter persegi yang mampu menampung lima sampai sepuluh ribu orang.
Dikutip dari unkris.ac.id, tiang-tiang kayu berwujud persegi yang menyangga atap joglo diambil dari pepohonan di perbukitan Wonogiri. Seluruh kontruksi ini didirikan tanpa memakai paku.
Di pendopo ini terdapat empat set gamelan, satu dipakai secara rutin dan tiga lainnya dipakai hanya pada upacara khusus.
Warna kuning dan hijau yang mendominasi pendopo adalah warna pari anom (padi muda) warna khas keluarga Mangkunegaran.
Hiasan langit-langit pendopo yang berwarna terang melambangkan astrologi Hindu-Jawa dan dari langit-langit ini tergantung deretan lampu gantung antik.
Tempat di belakangan pendopo terdapat suatu beranda terbuka, yang bernama Pringgitan, yang mempunyai tangga menuju Dalem Ageng, suatu ruangan seluas 1.000 meter persegi, yang secara tradisional adalah ruang tidur pengantin kerajaan.
Saat ini, area tersebut berfungsi sebagai museum yang memamerkan petanen (tempat persemayaman Dewi Sri) yang berlapiskan tenunan sutera.
Museum ini juga memamerkan perhiasan, senjata-senjata, pakaian-pakaian, medali-medali, perlengkapan wayang, uang logam, gambar raja-raja Mangkunegaran dan benda-benda seni.
Di bagian tengah Pura Mangkunegaran di belakangan Dalem Ageng, terdapat tempat kediaman keluarga Mangkunegaran.
Menghadap ke taman terbuka, adalah Beranda Dalem, yang bersudut delapan. Sisa peninggalan yang saat ini masih terlihat jelas perpustakaan yang didirikan pada tahun 1867 oleh Mangkunagara IV.
Perpustakaan tersebut terletak dilantai dua, diatas Kantor Dinas Urusan Istana di sebelah kiri pamedan yang sampai sekarang masih dipakai oleh para sejarahwan dan pelajar.
Penulis : Dian Nita Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV