Jangan Terlena dengan Janda Bolong, Mengapa?
Lifestyle | 28 September 2020, 16:30 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Tanaman janda bolong menjadi salah satu tanaman hias yang digemari masyarakat akhir-akhir ini. Harga jualnya pun tidak tanggung-tanggung, bisa mencapai Rp 100 juta.
Guru Besar Ilmu Taksonomi Tumbuhan Universitas Gadjah Mada (UGM) Purnomo menguak sejumlah fakta tentang tanaman ini. Ia menuturkan nama janda bolong baru-baru ini saja disematkan kepada tanaman hias jenis monstera dan satu keluarga dengan keladi.
Tanaman hias ini memiliki helai daun yang tidak sepenuhnya ditumbuhi daging daun, sehingga bentuknya seperti bolong-bolong.
"Dulu ya tidak ada namanya, tetapi secara ilmiah tanaman monstera, mungkin nama ini dibikin karena kebutuhan tren saja," ujar Purnomo kepada Kompas.tv, Senin (28/9/2020).
Baca Juga: Ekonom Angkat Bicara Soal Meroketnya Harga Tanaman Janda Bolong
Ia juga merasa heran harga tanaman hias janda bolong saat ini melambung tinggi. Purnomo memperkirakan pandemi menjadi salah satu penyebabnya.
Bukan karena tanaman hias ini mendadak langka, melainkan kebiasaan baru banyak orang adalah berkebun. Ia menilai tren ini dimanfaatkan oleh penjual tanaman hias untuk mengambil keuntungan.
Menurut Purnomo, tanaman janda bolong bisa tumbuh dengan mudah. Demikian pula perawatannya. Bahkan, jika orang kreatif bisa menanam sendiri dengan cara menyetek.
"Tinggal ambil saja tanaman janda bolong yang tumbuh di lapangan, potong batang dengan pisau ambil tunas dan ditancapkan ke tanah," tuturnya.
Baca Juga: Cara Merawat dan Keuntungan Memiliki Tanaman Janda Bolong di Rumah
Ia mengungkapkan tanaman janda bolong yang harganya tinggi biasanya sudah ada campur tangan manusia melalui persilangan. Salah satunya, monstera variegata yang memiliki campuran warna putih dan hijau.
Persilangan dilakukan dengan tanaman sejenis atau dari keluarga yang dekat dengan mengawinkan benang sari dan putik.
Purnomo juga berpendapat tren tanaman hias janda bolong dengan harga tinggi tidak akan berlangsung lama. Ia justru berpesan kepada masyarakat agar tidak terlena dengan tren tanaman hias.
"Dulu pernah ada tanaman gelombang cinta, harganya tinggi, sampai orang rela menjual sapi untuk membeli tanaman itu, setelah itu harganya jatuh," ucapnya.
(Switzy Sabandar)
Penulis : Dian-Septina
Sumber : Kompas TV