Pengamat Sebut untuk Atasi Ancaman Krisis, Indonesia Wajib Bangun Pondasi Pangan Mandiri
Ekonomi dan bisnis | 22 Oktober 2023, 01:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat pertanian yang juga pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai Indonesia saat ini membutuhkan pasokan tambahan stok bahan pangan utama yakni sembako. Hal ini tak terlepas dari sejumlah sebab.
Menurut dia, beberapa hal seperti puncak musim kemarau sehingga banyak daerah dilanda kekeringan, serta kondisi jelang Pemilu 2024 praktis membutuhkan pasokan sembako lebih banyak.
Khudori menuturkan, sebagai upaya jangka menengah dan panjang atasi krisis pangan, maka Indonesia perlu membangun pondasi dan kemampuan mandiri pangan.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan, di antaranya yakni pemerintah harus memilih dan memilah mana komoditas yang harus swasembada dan penuhi kebutuhan sendiri, dan mana yang tidak.
Baca Juga: India Batasi Impor, Vietnam dan Thailand Kini Jadi Pemasok Beras Terbesar ke Indonesia
"Pemerintah saat ini seolah olah hanya mengejar swasembada pangan namun targetnya jauh meleset," imbuh Khudori dalam keterangannya, Sabtu (21/10/2023).
Pria yang juga Anggota Pokja Dewan Ketahanan Pangan periode 2010-2020 itu menjelaskan, pemerintah harus menambah lahan pangan baru dalam hitungan perkapita.
"Ini indikator sejauh mana sebuah negara sediakan sejauh mana cukup lahan perkapita besar secara teoritis dengan potensi pangan," tegasnya.
Selanjutnya, pembukaan lahan kawasan luar Jawa. Pembukaan lahan di luar Jawa, imbuhnya, meski tidak bagus, namun pembukaan lahan baru butuh waktu dan investasi besar. Menurutnya, membuka lahan baru butuh waktu kisaran tiga tahun sehingga membutuhkan lompatan teknologi dan inovasi.
Selain itu, pemerintah juga harus membuat terobosan pada sektor padi berupa revolusi hijau yang dapat melipatgandakan hasil produksi.
"Becermin dari Brasil yang bisa jadi eksportir kedelai dan gandum padahal diyakini gandum komoditas yang tumbuh di negara subtropis Brasil bisa tanam di negara tropis, sehingga riset harus dilakukan," tegas dia.
Khudori menegaskan, berdasar informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), sentra produksi padi di Jawa Barat, Sumatra Selatan, Bali dan Lampung serta Jawa Timur saat ini dilanda kekeringan akibat hujan yang tidak juga turun. Padahal, idealnya hujan terjadi pada Oktober, namun gagal.
Baca Juga: 2 Juta Beras Impor Masuk November, Pimpinan DPR Minta Warga Jangan Panik
"Jika hujan mundur, musim tanam yang biasanya terjadi di bulan Desember juga mestinya mundur. Artinya, kalau hujan mundur dua bulan, bisa jadi musim tanam baru terjadi akhir April hingga awal Mei. Rentang waktu selama ini membuat stok pangan yang tersedia dipastikan menipis," ulasnya.
Pemilu momentum kenaikan konsumsi drastis
Lebih lanjut Khudori menegaskan, awal tahun 2024 dipastikan ada momentum kenaikan konsumsi drastis. Pada 14 Februari 2024, saat digelarnya Pemilu dan bulan sebelumnya bakal membutuhkan banyak konsumsi seperti untuk kampanye dan sebagainya.
"Jika sampai pemerintah tidak ada stok pangan yang memadai, ini sangat berbahaya," tegasnya.
Khudori menegaskan, pemerintah lewat Bulog juga harus segera memastikan kecukupan stok. Berdasarkan informasi, Bulog menyatakan stok di gudang yang sekitar 1,7 juta ton telah dikurangi dengan bantuan pangan beras hingga November mendatang.
"Diprediksikan, hingga akhir tahun, stok menjadi 660 ribu ton dan stok ini tidak cukup untuk ke depan dengan banyaknya rentetan kebutuhan," jelasnya lagi.
Khudori memprediksikan, jika hingga Desember tidak ada tambahan stok, maka menyebabkan harga beras menjadi tinggi.
Baca Juga: Bikin Tenang, Jokowi Sebut Stok Beras Aman dan Bilang Butuh Impor untuk Stabilkan Harga
Mengutip pemberitaan Kompas.tv sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi menyebut cadangan beras pemerintah masih aman di tengah fenomena El Nino, namun membutuhkan pasokan impor untuk menstabilkan harga yang meningkat di pasaran.
”Saya melihat ke bawah (lapangan) itu untuk memastikan produksi itu masih baik,” ujar Jokowi usai mengecek panen raya di Desa Karanglayu, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Jumat (13/10/2023).
Menurut Jokowi, produktivitas sawah di daerah lain berkisar 7 ton gabah kering panen (GKP), sementara di Karanglayu rata-rata 8,6 ton GKP per hektare, bahkan bisa mencapai 9 ton GKP. Peningkatan hasil panen itu, kata Jokowi, karena didukung pasokan air irigasi teknis.
Penulis : Gading Persada Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV