Soal Tuntutan UMP Naik, Staf Khusus Menaker Sebut Kenaikan Upah Tak Ditentukan pada Keinginan Buruh
Kebijakan | 9 September 2022, 14:51 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Usai harga bahan bakar minyak (BBM) resmi diumumkan naik,muncul sejumlah protes dari berbagai kalangan.
Satu diantaranya terutama daripara buruh atau pekerja yang menganggap makin membebani hidup mereka. Ditambah, kenaikan upah yang tidak terlalu signifikan.
Buruh atau pekerja pun menuntut, upah minimum (UM) dinaikkan hingga 13 persen pada tahun depan.
Menanggapi hal itu, Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Dita Indah Sari menyampaikan, upah mininum tergantung dari hasil kondisi ekonomi dan inflasi.
Baca Juga: Demo Tolak Kenaikan Harga BBM, Para Buruh Bergerak ke Kantor Pemda Karawang
"Kenaikan Upah Minimum Provinsi sudah ada formulanya. Persentasenya bergantung pada nilai inflasi atau pertumbuhan ekonomi dan nilai itu mengacu pada data BPS (Badan Pusat Statistik)," jelas Dita Jumat (9/9/2022), dikutip dari Kompas.com.
Dengan demikian, kenaikan upah minimum tidak berdasarkan tuntutan oleh para pekerja atau buruh yang terus digaungkan tiap tahunnya.
Baca Juga: Gelar Aksi Damai, Massa Buruh di Jogja Tolak Kenaikan Harga BBM dan Minta UMK Naik 50 Persen
"Kalau nilai inflasi besar ya naiknya juga besar. Jadi kenaikan bukan sesuai keinginan/kemauan salah satu pihak, pekerja atau pengusaha," imbuhnya.
Demo tolak kenaikan BBM
Adapun, sejak 6 September 2022, puluhan ribu buruh menggelar aksi demonstrasi besar-besaran menolak kenaikan harga BBM di 33 provinsi.
Presiden KSPI yang juga Ketua Umum Partai Buruh, Said Iqbal menyampaikan beberapa alasan buruh menolak kenaikan harga BBM.
Pertama, harga BBM naik tersebut akan menurunkan daya beli masyarakat. Ia menyebut daya beli sudah turun 30 persen saat ini.
Dengan kenaikan harga BBM, daya beli diperkirakan akan semakin turun menjadi 50 persen. Di samping itu, disebutkan Iqbal, upah buruh tidak naik dalam 3 tahun terakhir.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas.com