Saat Raksasa Bisnis Berendah Hati
Ekonomi dan bisnis | 12 Oktober 2020, 15:56 WIBTak Manja, Tapi Pikirkan Jangka Panjang
Menurut Rhenald, belajar dari pandemi, kini pebisnis dituntut memiliki sense of crisis, sehingga mampu memetakan strategi jangka pendek maupun jangka panjang untuk bertahan.
Starbucks dan Pizza Hut, mungkin hanya sebagian kecil contoh, cerminan saat pemilik usaha tak bermanja hanya mengharap insentif pemerintah, sekaligus tak gegabah melakukan PHK karyawannya. Yang dilakukan bukan remedi dari sakit, seperti saat krisis 1998 atau 2008. Restoran besarpun berani berendah hati menyadari, sebaik-baiknya bisnis saat ini adalah bertahan.
Tetapi menurut Rhenald, mandiri dan tak manja tak cukup untuk bertahan. Ada poin-poin yang harus menjadi perhatian pebisnis jika ingin bertahan jangka panjang selama pandemi. Diantaranya lihai memanfaatkan teknologi, mampu beradaptasi terhadap perubahan, cekatan mengubah kelemahan jadi kekuatan dan bijak mengasumsikan strategi.
“Yang dilakukan merk-merk besar dengan turun ke jalan, menawarkan dagangan adalah solusi jangka pendek. AirAsia menawarkan daging kambing “aqiqah”an. Hotel menawarkan kamarnya untuk isolasi mandiri dan catering. Tetapi bagi bisnis, hitungan untuk bertahan adalah strategi apabila pandemi masih terjadi selama 4 atau 5 tahun lagi. Pengusaha harus menghitung jangka waktu ini,” tutur Rhenald.
Kembali ke Lilis Sayur, apa perbedaan dan persamaan lapak rumahan dengan restoran sekaliber dunia? Bedanya hampir tidak ada, karena sama-sama dilakukan untuk bertahan. Persamaan yang menarik adalah, baik lapak kelas rumahan dan gerai dengan ribuan jaringan, semakin dekat ke konsumen. Jemput bola, dan mari bertepuk tangan kagum, mereka tetap melakukan protokol kesehatan dengan memakai masker. (Dyah Megasari)
Penulis : Zaki-Amrullah
Sumber : Kompas TV